NABI PUN DAHULU DI TUDUH PEMECAH BELAH

NABI PUN DAHULU DI TUDUH PEMECAH BELAH
.
Seringkali orang yang menyeru umat untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni dan meninggalkan segala macam amalan-amalan bid’ah juga tradisi nenek moyang yang bertentangan dengan ajaran Islam sering dituduh sebagai pihak yang merusak kerukunan dan persatuan (pemecah belah) umat.
.
Tuduhan pemecah belah dan meruntuhkan persaudaraan itu, ternyata juga pernah dialamatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pada masa dahulu menyeru umat untuk kembali kepada ajaran Tauhid yang benar yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan meninggalkan tradisi jahiliyah yang bertentangan dengan ajaran Tauhid.
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dituduh merusak persatuan dan pemecah belah bisa kita ketahui dari riwayat ketika masuk Islamnya kepala kabilah Daus yaitu Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi, yang satu kabilah dengan Abu Hurairah, seorang Sahabat Nabi yang terkenal. Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi adalah salah seorang pemuka bangsa Arab yang memiliki kedudukan tinggi. Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi juga dikenal sebagai seorang sastrawan cerdik lagi ulung.
.
Dalam sebuah riwayat di sebutkan, Ath-Thufail meninggalkan kampung halamannya di Tihamah menuju Mekah yang pada saat itu di Mekah sedang terjadi pertentangan antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang-orang kafir Quraisy yang menolak dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
.
Ketika Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi sampai di Mekah, ia ditemui dan disambut dengan sangat baik dan disediakan tempat singgah yang terbagus oleh para pemuka dan pembesar bangsa Qurais.
.
Dan kepada Ath-Thufail bin Amru Ad-Dausi mereka berkata : “Wahai Thufail, sesungguhnya kamu telah datang ke negeri kami, dan laki-laki yang menyatakan dirinya sebagai Nabi itu telah mencela-cela urusan (peribadatan) kami DAN MEMECAH-BELAH PERSATUAN KAMI, SERTA MENCERAI-BERAIKAN PERSAUDARAAN KAMI. Kami khawatir apa yang menimpa kami ini akan menimpamu sehingga mengancam kepemimpinanmu atas kaummu. Oleh karena itu, jangan berbicara dengan laki-laki itu, jangan mendengar apa pun darinya, karena dia mempunyai kata-kata seperti sihir, memisahkan seorang anak dari bapaknya, seorang saudara dari saudaranya, seorang istri dari suaminya”.
.
Itulah kata-kata yang disampaikan para pembesar kafir Qurais kepada Ath-Thufail bin Amru Ad-Dausi. Namun ternyata Ath-Thufail bin Amru Ad-Dausi malah tertarik oleh dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu masuk Islam.
.
Kalau kita perhatikan kata-kata para pembesar kafir Qurais yang merasa terusik oleh dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemecah belah persatuan dan mencerai beraikan persaudaraan tersebut, ternyata sama persis dengan tuduhan orang-orang yang menyimpang dan sesat sa’at ini yang merasa terusik amalan-amalan bid’ah mereka yang menuduh para penyeru umat untuk kembali kepada kemurnian Islam dan meninggalkan segalam macam bid’ah dalam urusan ibadah.
.
Mengapa para penyeru umat untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni sa’at ini mendapatkan perlakuan dan tuduhan yang sama dengan yang didapatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
.
Jawabannya :
.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata : “Siapa saja yang mengikuti para Nabi, maka akan mendapatkan seperti yang didapat oleh para Nabi”.
.
Semoga kita berada dalam barisan para Nabi dan Rasul, bukan berada dalam barisan Abu Jahal dan Abu Lahab walaupun konsekuensinya mendapatkan tuduhan pemecah belah umat, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga dahulu dituduh pemecah belah.
.
SIAPA SESUNGGUHNYA PEMECAH BELAH UMAT ?
.
Sangat memprihatinkan perselisihan terjadi diantara umat Islam, yang seolah-olah mereka tidak akan bisa dipersatukan. Padahal kiblat mereka sama, Nabinya sama yang di ibadahi juga sama, yaitu Allah Ta’ala.
.
Apa yang menjadikan umat Islam terus berselisih ?
.
Allah Ta’ala berfirman :
.
وَلَا تَتَّبِعُوۡا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَنۡ سَبِيۡلِهٖ‌ ؕ ذٰ لِكُمۡ وَصّٰٮكُمۡ بِهٖ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَ‏
.
“Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain karena itu akan mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya.” (QS.Al-An’am, 153).
.
Yang dimaksud jalan-jalan lain dalam ayat diatas yaitu, macam-macam bid’ah dan syubhat. Sebagaimana diterangkan oleh Imam Mujahid rahimahullah dalam tafsirnya, Beliau berkata : “Jalan-jalan dengan aneka macam bid’ah dan syubhat”. (Jami’ul Bayan V/88).
.
Setelah menyebutkan beberapa dalil-dalil bahwa bid’ah adalah pemecah belah ummat, Imam Asy-Syatibi rahimahullaahu ta’ala berkata : “Semua bukti dan dalil ini menunjukan bahwa munculnya perpecahan dan permusuhan adalah ketika munculnya kebid’ahan.” (Al- I’tisham,I/157).
.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaahu ta’ala pernah berkata : “Bid’ah itu identik dengan perpecahan, sebagaimana sunnah identik dengan persatuan.” (al-Istiqamah, I/42).
.
Dari keterangan para Ulama diatas, maka jelaslah sesungguhnya terjadinya perselisihan sehingga umat terpecah belah dan saling bermusuhan adalah diakibatkan adanya orang-orang yang membuat bid’ah ditengah-tengah umat.
.
Apabila tidak ada yang membuat-buat perkara baru dalam agama (bid’ah), maka niscaya umat Islam pun akan utuh dalam persatuan diatas kemurnian Islam berdasarkan petunjuk Allah Ta’ala dan bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
.
با رك الله فيكم
.
.
Penulis : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏Mąŋţяί
.
.
Bid’ah hasanah yang di maksud Imam Syafi’i, silahkan baca di sini : https://agussantosa39.wordpress.com/category/11-bidah-hasanah/01-bidah-hasanah-yang-di-maksud-imam-syafii
.
– Bid’ah hasanah yang di maksud Umar bin Khatab, silahkan baca di sini : https://agussantosa39.wordpress.com/category/11-bidah-hasanah/02-memahami-perkataan-umar-bin-khatab
.
_______________

TIGA MACAM IKHTILAF

TIGA MACAM IKHTILAF

Oleh : Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu

Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa perbedaan adalah rahmat ?

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu menjawab : Perbedaan (ikhtilaf) ada tiga macam :

1. Ikhtilaf Al-Afham (perbedaan pemahaman).

Para shababat pernah mengalami perbedaan yang seperti ini. Bahkan ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu tetap makan (sahur) hingga jelas baginya perbedaan antara benang yang putih dengan benang yang hitam. Dia menaruh di bawah bantalnya, benang putih dan benang hitam, dan tetap makan (sahur), berdasarkan apa yang dia pahami dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ﻭﻛﻠﻮﺍ ﻭﺍﺷﺮﺑﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺘﺒﻴﻦ ﻟﻜﻢ ﺍﻟﺨﻴﻂﺍﻷﺑﻴﺾ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻴﻂ ﺍﻷﺳﻮﺩ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam”. (QS. Al-Baqarah: 187).

Sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan ayat :

ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺠﺮ

“Yaitu fajar”. (QS. Al-Baqarah: 187).

Ikhtilaful afham insya Allah tidak mengapa.

Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu :

ﺇﻥ ﻭﺳﺎﺩﻙ ﻟﻌﺮﻳﺾ

“Sesungguhnya bantalmu lebar.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengatakan kepadanya : “Ulangilah (puasamu) pada hari-hari yang engkau makan (sahur setelah lewatnya fajar)”.

2. Ikhtilaf tanawwu’ (perbedaan/keaneka ragaman tata cara).

Yakni, diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihiwa sallam ada beberapa macam cara/ bacaan tasyahud dalam shalat, juga ada beberapa macam bacaan shalawat atas Nabi Shallallahu‘alaihi wa sallam.

Ikhtilaf jenis ini, kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang jahil (bodoh). Dan keadaannya memang seperti yang beliau rahimahullahu katakan, tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang jahil.

3. Ikhtilaf tadhad (perbedaan kontradiktif).

Apa itu ikhtilaf tadhad ?

Yaitu seseorang menyelisihi suatu dalil yang jelas, tanpa alasan. Inilah yang di ingkari oleh para salaf, yaitu menyelisihi dalil yang shahih dan jelas tanpa alasan.

Adapun hadits yang menjadi sandaran merekaya itu :

ﺍﺧﺘﻠﺎﻑ ﺃﻣﺘﻲ ﺭﺣﻤﺔ

“Perbedaan umatku adalah rahmat”.

Ini adalah hadits yang tidak ada sanad dan matannya. Munqathi’ (terputus sanadnya). Kata As-Suyuthi rahimahullahu dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shaghir. Beliau rahimahullahu juga berkata : “Mungkin saja ada sanadnya, yang tidak kita ketahui”. Namun hal ini akan berakibat tersia-siakannya sebagian syariat, sebagaimana dikatakan Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu. Adapun tentang matan hadits ini, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :

ﻭﻻ ﻳﺰﺍﻟﻮﻥ ﻣﺨﺘﻠﻔﻴﻦ. ﺇﻻ ﻣﻦ ﺭﺣﻢ ﺭﺑﻚ

“Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang yang dirahmati Rabbmu”. (QS.Hud: 118-119).

Mafhum dari ayat yang mulia ini, bahwa orang-orang yang dirahmati oleh Allah Subhanahu waTa’ala tidaklah berselisih. Sedangkan orang-orang yang tidak dirahmati Allah Subhanahu waTa’ala akan berselisih.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam Ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :

ﺫﺭﻭﻧﻲ ﻣﺎ ﺗﺮﻛﺘﻜﻢ ﻓﺈﻧﻤﺎ ﺃﻫﻠﻚ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻠﻜﻢﻛﺜﺮﺓ ﻣﺴﺎﺋﻠﻬﻢ ﻭﺍﺧﺘﻠﺎﻓﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﺒﻴﺎﺋﻬﻢ

“Biarkanlah aku dan apa yang aku tinggalkan untuk kalian. Hanyalah yang membinasakan orang-orang yang sebelum kalian adalah banyaknya mereka bertanya, dan banyaknya penyelisihan terhadap nabi-nabi mereka.”

Ini merupakan dalil bahwa ikhtilaf (perselisihan/perbedaan) adalah kebinasaan, bukan rahmat.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda sebagaimana dalam Shahih Al-Bukhari dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, di mana Ibnu Mas’ud dan salah seorang temannya berselisih tentang qira`ah (bacaan Al-Qur`an) :

ﻟﺎ ﺗﺨﺘﻠﻔﻮﺍ ﻛﻤﺎ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻠﻜﻢ ﻓﺘﻬﻠﻜﻮﺍﻛﻤﺎ ﻫﻠﻜﻮﺍ

“Janganlah kalian berselisih sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah berselisih, sehingga kalian binasa sebagaimana mereka telah binasa.

”Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam Shahih Muslim dari hadits An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu :

ﺍﺳﺘﻮﻭﺍ ﻭﻟﺎ ﺗﺨﺘﻠﻔﻮﺍ ﻓﺘﺨﺘﻠﻒ ﻗﻠﻮﺑﻜﻢ

“Luruskan (shaf kalian), dan janganlah berselisih, sehingga hati-hati kalian akan berselisih”.

Dalam sebuah riwayat :

ﻟﺎ ﺗﺨﺘﻠﻔﻮﺍ ﻓﺘﺨﺘﻠﻒ ﻭﺟﻮﻫﻜﻢ

“Janganlah kalian berselisih, sehingga akan berselisihlah wajah-wajah kalian”.

Dalam Musnad Al-Imam Ahmad, Sunan Abu Dawud, dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiyallahu ‘anhu, disebutkan ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat para shahabatnya berpencar. Mereka singgah disebuah lembah, lalu setiap kelompok pergi ketempat masing-masing. Maka Nabi Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda :

ﺇﻥ ﺗﻔﺮﻗﻜﻢ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ

“Sesungguhnya bercerai-berainya kalian ini adalah dari setan”.

Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk berkumpul. Bila hal ini (terjadi) dalam tercerai-berainya fisik, maka apa sangkaanmu terhadap tercerai-berainya hati ?

Hadits-hadits tentang hal ini banyak sekali. Saya telah mengumpulkan sebagiannya dalam tulisan pendek yang berjudul Nashihati li Ahlus Sunnah dan telah tercantum dalam Hadzihi Da’watuna wa ‘Aqidatuna. Yang saya inginkan dari penjelasan ini, bahwa ikhtilaf termasuk kebinasaan.

Hanya saja ikhtilaf yang mana ?

Yaitu ikhtilaf tadhad yang dahulu diingkari oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat. Ikhtilaf tadhad (misalnya) :

– Disebutkan dalam Shahih Muslim dari hadits Salamah ibnul Akwa’, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang makan dengan tangan kirinya. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Makanlah dengan tangan kanan”. Orang itu menjawab : “Aku tidak bisa”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi : “Engkau tidak akan bisa”. Maka orang itu tidak bisa mengangkat tangannya ke mulutnya. Tidak ada yang menghalanginya kecuali kesombongan.

– Dalam Ash-Shahih dari hadits Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menjenguk seorang lelaki tua yang sedang sakit. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : “Thahur (Sakit ini sebagai penyuci)”. Namun lelaki tua itu justru berkata : “Demam yang hebat, menimpa seorang lelaki tua, yang akan mengantarnya ke kubur”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab : “Kalau begitu, benar”. Akhirnya dia terhalangi dari barakah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

– Juga kisah seorang laki-laki yang telah kita sebutkan. Yaitu ketika ada dua orang wanita berkelahi, lalu salah seorang memukul perut yang lain, sehingga gugurlah janinnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan agar wanita yang memukul membayar diyat berupa seorang budak. Maka datanglah Haml bin Malik An-Nabighah dan berkata : “Wahai Rasulullah, bagaimana kami membayar diyat (atas kematian seseorang) yang tidak makan dan tidak minum, tidak bicara tidak pula menangis – atau kalimat yang semakna dengan ini –, yang seperti ini tidak di tuntut diyatnya”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam marah, karena lelaki itu hendak membatalkan hukum Allah dengan sajaknya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :

ﺇﻧﻤﺎ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺇﺧﻮﺍﻥ ﺍﻟﻜﻬﺎﻥ

“Orang ini termasuk teman-teman para dukun. ”Yaitu karena sajaknya. Adapun pengingkaran para ulama terhadap orang yang menolak Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan akalnya, merupakan perkara yang kesempatan ini tidaklah cukup untuk menyebutkannya.

Saya telah menyebutkan sebagiannya dalam akhir risalah Syar’iyyatu Ash-Shalati bin Ni’al, juga dalam Rudud Ahlil ‘Ilmi ‘ala Ath-Tha’inin fi HaditsAs-Sihr.

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

[Diambil dari Ijabatus Sa`il, hal. 518-521].

_____________

6 PENYEBAB PERBEDA’AN PENDAPAT ULAMA

6 PENYEBAB PERBEDA’AN PENDAPAT ULAMA

Perbedaan pendapat ulama dalam menetapkan hukum syar’iyah tidak hanya terjadi antar madzhab, perbedaan pendapat ulama ini juga terjadi dalam lingkungan madzhab mereka. Banyak orang mengingkari perbedaan pendapat ulama ini, disebabkan keyakinannya yang menyatakan bahwa agama ini satu, syariat juga satu, kebenaran itu satu tidak bermacam-macam dan sumber hukum hanya satu yaitu wahyu ilahi. Selanjutnya mereka mengatakan, mengapa harus ada perbedaan pendapat, dan mengapa madzhab-madzhab fiqh tidak menyatu ?.

Mereka menyangka bahwa perbedaan pendapat ulama akan berakibat terjadinya benturan-benturan dalam syariah dan perpecahan, dan menyamakan perbedaan pendapat ini sama seperti perpecahan yang terjadi dalam tubuh agama Kristen yang terpecah menjadi Ortodoks, Katolik dan Protestan. Semuannya ini adalah kesalah pahaman yang batil.

Perlu diketahui bahwa perbedaan pendapat ulama merupakan rahmat yang memberikan kemudahan bagi umat Islam, menjadi kekayaan intelektual yang besar yang dapat dibanggakan. Perbedaan pendapat ini hanya sebatas perbedaan far’iyah (cabang) dan metode ilmiah, bukan dalam ushul, pondasi agama dan i’tikad. Dalam sejarah Islam, tidak ditemukan bahwa perbedaan pendapat ini menjadi biang perpecahan, permusuhan dan pengoyak kesatuan muslimin.

Perlu dijelaskan bahwa perbedaan ulama hanya sebatas akibat dari perbedaan metode pengambilan hukum yang menjadi kebutuhan pasti dalam dalam memahami hukum dari dalil-dalil syariah, seperti perbedaan dalam masalah penafsiran nash-nash hukum berikut penjelasan-penjelasan yang dilakukan. Hal ini disebabkan karakter bahasa Arab yang terkadang mempunyai makna lebih dari satu, juga disebabkan riwayat hadits, kwalitas keilmuan ulama, atau disebabkan adanya upaya ulama tertentu dalam menjaga kemaslahatan dan kebutuhan secara umum.

Semua penyebab perbedaan tidak menafikan sumber hukum syariah yang satu dan kesatuan syariah itu sendiri, karena pada dasarnya perbedaan dalam syariah itu tidak ada. Perbedaan pendapat hanya disebabkan oleh kelemahan manusia. Akan tetapi kita boleh mengamalkan satu hukum dari pendapat-pendapat yang bebeda, untuk menghilangkan kesulitan dalam umat dimana tidak ada jalan lain setelah terputusnya wahyu, kecuali mengambil apa yang terkuat dari sebuah dugaan para ulama terhadap apa yang mereka pahami dari dalil-dalil syara’.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إذا اجتهد الحاكم فأصاب فله أجران، وإن أخطأ فله أجر واحد

“JIka seorang hakim berijtihad lalu benar, maka baginya dua pahala. Dan jika salah maka baginya satu pahala”. (Hadits Muttafaq Alaih).

Berikut adalah enam penyebab penting perbedaan pendapat ulama dalam mengambil hukum syariah :

1. Perbedaan Dalam Memaknai lafadz-lafadz Arabiah.

Perbedaan dalam memberikan makna ini disebabkan oleh bentuk lafadz yang global (mujmal), mempunyai banyak makna (musytarak), mempunyai makna yang tidak bisa dipastikan khusus atau umumnya, haqiqah dan majaznya, haqiqah dan ‘urufnya, atau disebabkan mutlaq atau muqayyadnya, atau perbedaan I’rab. Contoh simpel dari penyebab ini adalah pemaknaan lafadz “al-Qur’u”, apakah dimaknai suci atau haid. Juga seperti lafaz amr (perintah), apakah menunjukkan wajib atau sunat. Dan masih banyak contoh yang lain.

2. Perbedaan Riwayat

Perbedaan riwayat hadits yang menjadi rujukan hukum diakibatkan oleh beberapa hal.

Pertama : Adalah adanya hadits yang hanya sampai kepada satu mujtahid dan tidak sampai pada mujtahid yang lain.

Kedua : Adalah sampainya satu hadits kepada seorang mujtahid dengan sanad yang dla’if, sementara hadits tersebut sampai kepada mujtahid yang lain dengan sanad yang shahih.

Ketiga : Seorang mujtahid berpendapat bahwa terdapatnya perawi dhaif dalam riwayat sabuah hadits membuat hadits tidak dapat diterima, sedangkan mujtahid yang lain tidak demikian.

3. Adanya Perbedaan Dasar hukum

Perbedaan dasar hukum yang dimaksud ialah dasar hukum selain al-Quran, hadits dan ijma’, seperti Istihsan, mashalih mursalah, qaul shahabi, istishab dan sadd al-dzariah

4. Perbedaan dalam Kaidah-kaidah usul

Perbedaan ini seperti perbedaan pendapat tentang digunakannya kaidah “al-‘am al-makhsush laisa bihujjah/lafadz yang bermakna khusus yang dikhususkan tidak dapat dijadikan hujjah”, “Al-mafmun laisa bi hujjah/kepahaman konteks tidak bisa dijadikan hujjah” dan lain-lain.

5. Ijtihad Menggunakan Qiyas.

Ini adalah penyebab yang paling luas, dimana ia mempuyai dasar, syarat dan illat. Illat pun juga mempunyai syarat dan tata cara dalam mengaplikasikannya. Semua ini menjadi potensi bagi timbulnya perbedaan.

6. Pertentangan Dasar Hukum berikut Tarjihnya

Masalah ini sangat luas yang menjadi perbedaan pandangan dan menimbulkann banyak perdebatan. Masalah ini membutuhkan ta’wil, ta’lil, kompromi (jam’u), taufiq, naskh dan lain-lain.

Dengan penjelasan ini dapat diketahui bahwa hasil ijtihad para imam madzhab tidak mungkin untuk diikuti semua, meskipun boleh dan wajib mengamalkan salah satunya. Semua perbedaan adalah masalah ijthadiyah, dan pendapat-pendapat yang bersifat dzanni (dugaan), yang harus dihormati dan dianggap sama. Amatlah salah jika perbedaan tersebut menjadi pintu timbulnya fanatisme, permusuhan dan perpecahan diantara kaum muslimin yang telah disifati dalam al-Qur’an sebagai umat yang bersaudara dan diperintah untuk berpegang teguh kepada tali Allah.

Wallahul Musta’an

Sumber : Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Wahbah Zuhaili, Juz. 1 hlm: 83-88

_____________

KEMBALIKAN KEPADA ALLAH DAN RASULNYA

KEMBALIKAN KEPADA ALLAH DAN RASULNYA

Tidak ada ujungnya perselisihan di tengah-tengah umat Islam dari dahulu hingga sa’at ini seolah-olah kaum muslimin tidak punya pedoman yang bisa menyatukan mereka. Padahal Islam sudah memberikan tuntunan untuk mengembalikan setiap ada perselisihan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Terlalu banyak firman Allah Ta’ala dan sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang memerintahkan kita untuk mengembalikan setiap ada perselisihan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Allah Ta’ala berfirman :

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59).

Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ

“Tentang sesuatu yang kalian perselisihkan maka kembalikan putusannya kepada Allah”. (QS. Asy Syura: 10).

Allah Ta’ala berfirman :

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى

”Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”. (QS. Thaha: 123).

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah”. (HR. Muslim).

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Sesungguhnya sepeninggalku akan terjadi banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa Ar-Rasyidin. Peganglah ia erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham kalian”. (HR. Abu Daud 4607).

Ayat-ayat Al-Qur’an juga hadits Nabi diatas menerangkan dengan jelas, bahwa apabila ada perselisihan diantara umat Islam untuk mengembalikannya kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Maka sudah selayaknya umat Islam menghentikan pertikaian yang mengakibatkan mereka saling bermusuhan. Dan mengembalikannya setiap ada perselisihan kepada Qur’an dan Sunnah. Bukan kepada madzhab manapun atau kepada siapapun selain Allah dan Rasul-Nya.

Allah Ta’ala sebutkan dalam Firmannya di atas, barangsiapa mengembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya apabila ada perselisihan, maka hal itu lebih utama dan lebih baik akibatnya,

ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59).

Dan sebagai jaminan dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya kepada mereka yang mengembalikan setiap ada perselisihan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka tidak akan sesat dan celaka.

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى

”Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”. (QS. Thaha: 123).

Kita ikuti pendapat siapapun apabila sesuai dengan keterangan dari Allah dan Rasul-Nya. Dan kita tinggalkan pendapat atau keterangan dari manapun apabila bertentangan dengan Allah dan Rasul-Nya.

با رك الله فيكم

By : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί

https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/

___________________

PERBEDA’AN ADALAH RAHMAT ?

PERBEDA’AN ADALAH RAHMAT ?
.
“Tidak perlu membesar-besarkan mas’alah khilafiyah diantara sesama umat Islam, karena perbeda’an diantara umat Islam adalah rahmat”.
.
Itulah diantara ucapan sebagian orang awam atau orang yang merasa amalannya terusik oleh dakwah para penyeru umat yang mengajak umat untuk menjauhi berbagai macam takhayul, khurofat, bid’ah dan kesyirikan.
.
Perkata’an diatas juga kadang mereka kuatkan dengan menunjukkan sebuah hadits palsu yang cukup populer,
.
اِخْتِلَافُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ
.
“Perbeda’an pendapat diantara umatku adalah rahmat”.
.
Hadits di atas sering kali di bawakan para da’i dalam ceramah-ceramahnya. Namun ternyata para Ulama menyebutkan hadits tersebut adalah hadits palsu yang tidak memiliki asal-usulnya di dalam kitab-kitab para ulama hadits terkemuka.
.
Imam Al-Munawi (952 H) menukilkan dari Imam As-Subuki bahwa dia berkata : “(Hadits ini) tidak dikenal oleh para ahli hadits, dan aku tidak mendapatkan baginya sanad yang shahih, lemah, ataupun palsu.” Hal ini juga diakui oleh Syaikh Zakariya Al-Anshari di dalam catatannya terhadap kitab Tafsir Al-Baidhawi (ق92/2)”.
.
• PERBEDA’AN PENDAPAT DALAM ISLAM
.
Dalam khazanah Islam, perbeda’an pendapat bukanlah hal yang baru. Tidak terhitung jumlah kitab-kitab yang ditulis para Ulama yang disusun khusus untuk merangkum, mengkaji, membandingkan, kemudian mendiskusikan berbagai pandangan yang berbeda-beda dengan argumentasinya masing-masing.
.
Perbeda’an pendapat (ikhtilaf) tidak dilarang dan bukan sesuatu yang tercela dalam Islam, karena fakta menunjukkan perbeda’an pendapat banyak terjadi di kalangan para Sahabat juga terjadi diantara para Imam madzhab. Dan perbeda’an pendapat diantara mereka tidak menjadikan mereka saling bermusuhan. Karena memang berbeda pendapat tidak seharusnya saling memusuhi.
.
Apakah benar perbeda’an pendapat adalah rahmat ?
.
Perbeda’an pendapat dikalangan para Sahabat, dan para Imam madzhab tidak menimbulkan perpecahan diantara kaum muslimin sa’at itu. Karena pendapat-pendapat para Sahabat dan juga para Imam madzhab walaupun pendapat mereka kadang berbeda tidak di bangun di atas hawa nafsu, kebid’ahan dan penyimpangan terhadap syari’at atau aneka macam syubhat, juga bukan akibat dari fanatik golongan (ta’ashub).
.
Berbeda dengan perbeda’an pendapat diantara umat Islam setelah berlalunya masa para Sahabat dan para Imam madzhab. Perbeda’an pendapat sa’at ini akibat dari hawa nafsu, kebid’ahan, aneka macam syubhat, penyimpangan terhadap ajaran agama juga akibat dari fanatik golongan, jama’ah atau madzhabnya masing-masing. Juga akibat kebencian dan permusuhan kepada kelompok lain, yang kerap melahirkan sikap yang berlebihan, yang berujung pada sikap ujub dan akhirnya penolakan terhadap kebenaran yang datang dari kelompok lain. Sikap ini lahir akibat sudah tertanam dalam pikirannya bahwa golongannya adalah pihak yang paling benar.
.
Maka pantaslah apabila perbeda’an pendapat diantara umat Islam sa’at ini, sulit untuk di persatukan.
.
Itulah diantara penyebab umat Islam sa’at ini berpecah belah dan saling bermusuhan. Jika demikian, apakah benar perbeda’an pendapat diantara umat Islam adalah rahmat ?
.
.
با رك الله فيكم
.
By : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί
.
https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/
.
.
____________

UMAT ISLAM AKAN TERPECAH KEDALAM BANYAK GOLONGAN

UMAT ISLAM AKAN TERPECAH KEDALAM BANYAK GOLONGAN
.
Sungguh disesalkan perpecahan terjadi diantara kaum muslimin yang menjadikan umat Islam saling bermusuhan antara satu golongan dengan golongan yang lainnya, dan masing-masing golongan merasa paling benar. Selain itu setiap golongan juga saling membanggakan golongannya masing-masing. Hal ini memang sudah Allah Ta’ala sebutkan dalam Firman-Nya :
.
فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (٥٣) فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ (٥٤)
.
“Kemudian mereka (pengikut para rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu”. (QS. Al-Mu’minun: 53-54).
.
“Sampai suatu waktu”. Yakni sampai kepada batas waktu mereka di binasakan. (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Mu’minun: 54).
.
Akan terpecahnya umat Islam kepada banyak firqoh sesungguhnya sudah di sebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
.
أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
.
“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka, dan 1 golongan di surga. Merekalah Al-Jama’ah”. (HR. Abu Daud 4597).
.
Yang di maksud Al-Jama’ah, silahkan lihat di sini, https://agussantosa39.wordpress.com/category/06-ahlu-sunnah/11-memahami-arti-jamaah-secara-luas/
.
Perpecahan diantara umat Islam sesungguhnya menodai kehormatan agama Islam sebagai agama yang mulia, agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan persaudara’an. Padahal umat Islam menghadapi berbagai macam problamatika sosial. Dan dampak buruk lainya dari perpecahan adalah lemahnya kaum muslimin dalam menghadapi musuh-musuh Islam yang selalu membuat makar untuk menghancurkan Islam dan umatnya.
.
Karena perpecahan diantara umat Islam itu berdampak buruk, maka umat Islam semestinya segera sadar akan ruginya akibat dari perpecahan. Bukankah perpecahan itu dilarang oleh Allah Ta’ala, sebagaimana di sebutkan dalam firmannya :
.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا
.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai”. (QS. Ali Imran: 103).
.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan“. (Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim, surat Ali Imran: 103).
.
Imam Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini : “Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasa’an dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan”. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159).
.
Imam Asy-Syaukani berkata tentang tafsir ayat ini : “Allah memerintahkan mereka bersatu di atas landasan agama Islam, atau kepada Al Qur’an. Dan melarang mereka dari perpecahan yang muncul akibat perselisihan di dalam agama”. (Fahul Qadir 1/367).
.
Tidaklah Allah Ta’ala melarang umat Islam berpecah belah, kalau tidak perpecahan itu berdampak buruk terhadap Islam sebagai agama yang sempurna dan umat Islam sebagai penganutnya.
.
.
با رك الله فيكم
.
By : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί
.
.
Solusi untuk menyatukan umat Islam silahkan baca di sini, https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-ikhtilaf-iftiraq/12-solusi-untuk-menyatukan-perpecahan-diantara-umat/
.
Ada sebagian pihak yang mendhaifkan hadits akan terpecahnya umat Islam. Bantahannya silahkan kunjungi di sini, https://almanhaj.or.id/453-kedudukan-hadits-tujuh-puluh-tiga-golongan-umat-islam.html
.
.
————————

ANTARA PERBEDAAN YANG HARUS DITOLERIR DAN YANG HARUS DIINGKARI

.
ANTARA PERBEDAAN YANG HARUS DITOLERIR DAN YANG HARUS DIINGKARI
.
By : Abu Meong
.
Perbeda’an pendapat di antara umat Islam bukanlah hal baru. Semenjak zamannya para Sahabat, Tabi’i dan Tabiut Tabi’in begitu pula di masa para Ulama Salaf, perbeda’an pendapat sudah ada.
.
Banyak kitab yang ditulis para Ulama yang disusun khusus untuk membandingkan berbagai pendapat yang berbeda dengan mengkaji argumentasinya masing-masing.
.
Perlu diketahui bahwa setiap pendapat dari masing-masing pihak, ada pendapat yang harus ditolelir (dihormati), tapi ada pula pendapat yang harus diingkari.
.
Contoh perbeda’an pendapat yang harus saling menghargai di antaranya : Cara turun ketika hendak sujud dalam sholat, apakah tangan atau lutut terlebih dahulu, baca’an do’a iftitah, baca’an tasyahud, mengeraskan baca’an basmalah ketika shalat, atau tidak mengeraskannya, baca’an qunut subuh, jumlah takbir shalat jenazah dan takbir sholat ‘ied, jumlah shalat teraweh dan banyak lagi.
.
Berbeda pendapat dalam mas’alah-mas’alah yang disebutkan di atas, di antara sesama Muslim tidak dibenarkan saling menjauhi dan saling bermusuhan. Karena masing-masing dari pendapat yang berbeda memiliki dalil yang sarih (jelas).
.
Dan bagi mereka yang mau mendiskusikan permas’alahan yang berbeda, maka harus memiliki pengetahuan yang cukup, mutaba’ah dan adab yang baik. Sehingga tidak mencederai ukhuwah Islamiyah.
.
Namun perlu diketahui sikap menghargai (toleransi) hanyalah berlaku kepada pihak-pihak yang memiliki pendapat yang diakui oleh umat Islam sebagai bagian dari ikhtilaf dalam khazanah ke Islaman.
.
Dan sikap menghormati (toleransi) tidak berlaku kepada pihak-pihak yang memiliki pemahaman yang menyimpang atau ajaran yang sesat. Karena penyimpangan dan kesesatan bukan bagian dari Islam.
.
Kelompok, firqoh atau sekte-sekte sesat yang harus diingkari di antaranya, Ahmadiyah yang mengakui adanya Nabi setelah Nabi Muhammad, Jahmiyah yang mengingkari Allah di atas Arsy dan meyakini Allah ada di mana-mana, Khowarij yang mudah mengkafirkan umat Islam, Syi’ah rofidhoh yang menghujat dan mengkafirkan para Sahabat serta Ahli bid’ah lainnya yang gemar membuat-buat ajaran, acara atau amalan-amalan yang tidak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan.
.
Banyak aneka macam ajaran baru yang dibuat-buat dalam urusan ibadah (bid’ah) yang dijajakan para pelaku bid’ah di tengah-tengah umat. Dan beragam kebid’ahan tersebut harus diingkari dan tidak boleh ada toleransi (menghormati) kepada mereka.
.
Banyak riwayat yang menunjukkan para Ulama mengingkari keberada’an sekte-sekte sesat dan menyingkap serta menampakakkan kepada umat penyimpangan dan kesesatan mereka. Juga para Ulama semenjak dahulu sampai hari ini mengingkari bid’ah-bid’ah yang merebak di tengah-tengah umat.
.
Bagi umat Islam yang ittiba kepada petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dan menapaki manhajnya para Sahabat, maka tidak akan pernah toleransi kepada Ahli bid’ah dan juga terhadap segala rupa bentuk ajaran bid’ah yang merebak di tengah-tengah umat Islam. Karena bid’ah mengotori kemurnian Islam dan meruntuhkan bangunan persaudara’an diantara umat Islam.
.
Demikian, wallahu a’lam.
.
.
Kunjungi bog pribadi di : https://agussantosa39.wordpress.com/category/01-islam-dakwah-tauhid/01-islam-sudah-sempurna
.
.
______

NASIHAT EMAS IMAM SYAFI’I KEPADA MURIDNYA YUNUS BIN ABDIL A’LA

NASIHAT EMAS IMAM SYAFI’I KEPADA MURIDNYA YUNUS BIN ABDIL A’LA

يروى أن يونس بن عبد اﻷعلى – أحد طلاب اﻹمام الشافعي – اختلف مع اﻹمام محمد بن إدريس الشافعي في مسألة أثناء إلقائه درساً في المسجد. فقام يونس غاضباً وترك الدرس وذهب إلى بيته !!!

Diriwayatkan bahwa Yunus bin Abdi Al-‘Ala, berselisih pendapat dengan sang guru, yaitu Al-Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i (Imam Asy Syafi’i) sa’at beliau mengajar di Masjid. Hal ini membuat Yunus bangkit dan meninggalkan majelis itu dalam keada’an marah..

فلما أقبل الليل، سمع يونس صوتَ طرقٍ على باب منزله !!
فقال يونس: مَنْ بالباب ؟
قال الطارق: محمد بن إدريس
قال يونس: فتفكرتُ في كل مَنْ كان اسمه محمد بن إدريس إلا الشافعي !!! قال: فلما فتحتُ الباب، فوجئتُ به !!!

Kala malam menjelang, Yunus mendengar pintu rumahnya diketuk … Ia berkata : “Siapa di pintu..?”
Orang yang mengetuk menjawab : “Muhammad bin Idris.” Seketika Yunus berusaha untuk mengingat semua orang yang ia kenal dengan nama itu, hingga ia yakin tidak ada siapapun yang bernama Muhammad bin Idris yang ia kenal, kecuali Imam Asy Syafi’i..
Saat ia membuka pintu, ia sangat terkejut dengan kedatangan sang guru besar, yaitu Imam Syafi’i..

فقال اﻹمام الشافعي: يا يونس تجمعنا مئاتُ المسائل، أتُفرّقُنا مسألة ؟ فلا تحاول الانتصار في كل الاختلافات .. فكثيراً ما يكون كسبُ القلوب أوْلى من كسب المواقف، و لا تهدم جسوراً بنيْتَها و عبرتَ عليها، فربما تحتاجها للعودة يوماً ما !!!.

Imam Syafi’i berkata : “Wahai Yunus, selama ini kita disatukan dalam ratusan masalah, apakah karena satu masalah saja kita harus berpisah..?, Janganlah engkau berusaha untuk menjadi pemenang dalam setiap perbeda’an pendapat… Terkadang, meraih hati orang lain itu lebih utama daripada meraih kemenangan atasnya. Jangan pula engkau hancurkan jembatan yang telah kau bangun dan kau lewati di atasnya berulang kali, karena boleh jadi, kelak satu hari nanti engkau akan membutuhkannya kembali..”

حاول دوماً أن تكره الخطأ، و لا تكرهْ المخطئ، كنْ باغضاً للمعصية، و سامح العاصي،
انتقد القولَ، و لكن احترم قائله،
فمهمّتُنا في الحياة أن نقضي على الأمراض، لا على المرضى !!!

“Berusahalah dalam hidup ini agar engkau selalu membenci perilaku orang yang salah, tetapi jangan pernah engkau membenci orang yang melakukan kesalahan itu. Engkau harus marah sa’at melihat kemaksiatan, tapi berlapang dadalah atas para pelaku kemaksiatan. Engkau boleh mengkritik pendapat yang berbeda, namun tetap menghormati terhadap orang yang berbeda pendapat. Karena tugas kita dalam kehidupan ini adalah menghilangkan penyakit, dan bukan membunuh orang yang sakit..”

فإذا أتاك المعتذر … فاصفح، و إنْ جاءك المهمومُ … فأنصتْ له، وإنْ قصَدَك المحتاج … فأعطه مما أعطاك الله، و إذا أتاك الناصح … فاشكره، و حتى لو حصدتَ شوكاً يوماً ما، فكنْ للورد زارعاً ولا تتردد، فالجزاء عند الودودالكريم أجزل من جزاء البشر !!!

Maka apabila ada orang yang datang meminta ma’af kepadamu, maka segera maafkan… Apabila ada orang yang tertimpa kesedihan, maka dengarkanlah keluhannya… Apabila datang orang yang membutuhkan, maka penuhilah kebutuhannya sesuai dengan apa yang Allah berikan kepadamu.. Apabila datang orang yang menasehatimu, maka berterimakasihlah atas nasehat yang ia sampaikan kepadamu.. Bahkan seandainya satu hari nanti engkau hanya menuai duri, tetaplah engkau untuk senantiasa menanam bunga mawar… Karena sesungguhnya balasan yang di janjikan oleh Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Dermawan jauh lebih baik dari balasan apapun yang mampu diberikan oleh manusia..”

by Group Kajian WA Manhaj Salaf.

_____________

PEMECAH BELAH UMAT YANG SEBENARNYA

PEMECAH BELAH UMAT YANG SESUNGGUHNYA

Pemecah belah umat, anti persatuan, suka ngajak ribut, intoleran, biang kerok dan banyak lagi kata-kata semacam itu yang dituduhkan kepada pihak yang menyeru umat untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni, ajaran Islam yang tidak dinodai dengan beragam kepercaya’an takhayul, bid’ah dan kesyirikan.

Tidak aneh dengan tuduhan seperti itu, bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga dahulu dikatakan pemecah belah oleh orang-orang yang menentangnya ?

Siapa sesungguhnya pemecah belah umat ?

Sangat memprihatinkan perselisihan terjadi diantara umat Islam, yang seolah-olah mereka tidak akan bisa dipersatukan. Padahal kiblat mereka sama, Nabinya sama yang di ibadahi juga sama, yaitu Allah Ta’ala.

Apa yang menjadikan umat Islam terus berselisih ?

Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا تَتَّبِعُوۡا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَنۡ سَبِيۡلِهٖ‌ ؕ ذٰ لِكُمۡ وَصّٰٮكُمۡ بِهٖ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَ‏

“Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain karena itu akan mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya.” (QS.Al-An’am, 153).

Yang dimaksud jalan-jalan lain dalam ayat diatas yaitu, macam-macam bid’ah dan syubhat. Sebagaimana di terangkan oleh Imam Mujahid rahimahullah dalam tafsirnya, Beliau berkata : “Jalan-jalan dengan aneka macam bid’ah dan syubhat”. (Jami’ul Bayan V/88).

Setelah menyebutkan beberapa dalil-dalil bahwa bid’ah adalah pemecah belah ummat, Imam Asy-Syatibi rahimahullaahu ta’ala berkata : “Semua bukti dan dalil ini menunjukan bahwa munculnya perpecahan dan permusuhan adalah ketika munculnya kebid’ahan.” (Al- I’tisham,I/157).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaahu ta’ala pernah berkata : “Bid’ah itu identik dengan perpecahan, sebagaimana sunnah identik dengan persatuan.” (al-Istiqamah, I/42).

Dari keterangan para Ulama diatas, maka jelaslah sesungguhnya terjadinya perselisihan sehingga umat terpecah belah dan saling bermusuhan adalah diakibatkan adanya orang-orang yang membuat bid’ah ditengah-tengah umat.

Apabila tidak ada yang membuat-buat perkara baru dalam agama (bid’ah), maka niscaya umat Islam pun akan utuh dalam persatuan diatas kemurnian Islam berdasarkan petunjuk Allah Ta’ala dan bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

با رك الله فيكم

Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί

https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/

___________________

MENYIKAPI PERBEDA’AN DIANTARA SESAMA AHLU SUNNAH

MENYIKAPI PERBEDA’AN DIANTARA SESAMA AHLU SUNNAH

Memahami Manhaj Ahlus Sunnah dalam masalah khilaf, bukan asal menang-menangan, kuat-kuatan.

Orang-orang yang terbiasa menela’ah fiqih-fiqih klasik seperti kitab Bidayatul Mujtahid yg membahas Fiqih 4 madzhab atau membaca kitab Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Al Mughni dst, kita dapati banyak sekali perselisihan yg tajam di kalangan para ulama. Bahkan sampai pada tingkat satu sama lain menganggap pendapatnya yang benar, sedangkan pendapat lainnya yg salah. Bahkan satu sama lain saling memaparkan dalil secara segnifikan guna menguatkan argumennya masing-masing.

Namun yang istimewa, terlepas dari tajamnya berbeda’an pendapat dikalangan para salaf, tidak ada dikalangan mereka saling melempar kata-kata kasar. Apalagi menggelari pihak yang berbeda pendapat dengan sebutan-sebutan buruk.

Tidak ditemui juga dihadapan mereka saling sesat menyesatkan, bid’ah membid’ahkan apalagi kafir mengkafirkan.

Sungguh indah dan teduh sikap toleransi yang di praktekkan oleh para Ulama Salaf.

Tidak hanya di praktekkan oleh Ulama terdahulu saja, sikap toleran bahkan dipraktekkan oleh ulama di masa kini.

Contoh paling nyata apa yang di praktekkan oleh syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Al Bani rahimahumallah. Dua ulama mujaddid ini khilaf dalam banyak masalah ijtihadiyah.

Misalnya :

1- Syaikh Ibnu Baz memandang menutup wajah bagi wanita adalah wajib, namun syaikh Al bani mengatakan tidak wajib.

2- Syaikh Bin Baz mengatakan tatkala i’tidak bersedekap, namun Syaikh Al Bani mengingkarinya bahkan membid’ahkannya.

3- Syaikh Bin Baz membolehkan tarawih lebih dari 11 raka’at atau 13 raka’at, namun syaikh Al Bani tidak membolehkannya.

4- Para Ulama Saudi mengatakan kredit itu boleh, sedangkan Syaikh Al bani menganggap itu riba.

5- Bahkan dalam masalah darah, Syaikh Ibnu Baz berfatwa tatkala Iraq mengekspansi Kuwait dan akan menyerang Saudi, maka boleh meminta bantuan Amerika. Sementara Syaikh Al Bani tidak membolehkannya. Tentu ini khilaf yang bukan biasa karena menyangkut darah dan keamanan negeri Saudi.

Namun kita dapati, betapa kuat keakraban dan kelemah-lembutan mereka berdua.

Bahkan Syaikh Ibnu Baz tatkala ditanya siapa pembaharu abad ini, beliau menjawab, ‘Syaikh Al Albani’. Sebaliknya juga Syaikh Al Albani menganggap Syaikh Ibnu Baz sebagai pembaharu.

Sementara sa’at ini, coba lihat praktek kita yang katanya kita memproklamirkan diri mengikuti manhaj salaf.

1- Tidak mau bersahabat gara-gara khilaf antara di gerakan jari atau tidak tatkala tasyahud.

2- Memutuskan pertemanan gara-gara perbeda’an pendapat masalah foto kamera, video, ustadz masuk tv dst.

3- Bermusuhan karena masalah yayasan tertentu, dan menjadikannya sebagai tolak ukur al wala’ dan bara’.

4- Bertengkar gara-gara perbeda’an masalah coblos mencoblos saat pemilu.

Wallahul musta’aan….

Bukankah syaikh Ibnu Baz dan syaikh Al Albani khilaf dalam persoalan yang lebih besar dari hal-hal di atas ?! Yaitu masalah pertahanan negara dan darah kaum muslimin. Yaitu masalah boleh tidaknya Saudi minta bantuan Amerika untuk melawan iraq yang akan menyerang saudi. Toh mereka tetap akur, tidak saling menjatuhkan satu sama lain.

Intinya ikhwah, boleh kita menganggap pendapat kita (dlm masalah ijtihadiyah) lebih kuat dari pendapat saudara kita. Namun tidak perlu sampai pada derajat saling menjatuhkan kehormatan saudaranya, apalagi sampai bermusuhan.

Mencemo’oh, menyematkan gelar-gelar buruk kepada sesama Ahlu Sunnah, membuang muka, sinis, saling menyesatkan, saling membid’ahkan diantara sesama Ahlu Sunnah dan berbagai macam dampak negatif lain yang tidak seharusnya muncul dalam barisan Ahlu Sunnah.

Hadaanallaahu wa iyyaakum ajma’iin

==========