HARGAI PERBEDA’AN ?

HARGAI PERBEDA’AN ?

Orang-orang atau pihak yang mendakwahkan sunnah, yaitu menyeru manusia untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sering di tuduh sebagai pihak yang tidak bisa menghargai perbeda’an di antara sesama umat Islam.

Apakah benar tuduhan tersebut ?

Perlu di ketahui, perbeda’an pendapat dalam Islam, bukanlah hal yang baru.

Di kalangan para Sahabat juga di kalangan para Imam Madzhab, banyak sekali perbeda’an faham di antara mereka. Namun tentu saja tidak menjadikan mereka saling bermusuhan terlebih lagi saling menyesatkan.

Akan tetapi tentu saja berbeda halnya sikap mereka, yaitu para Sahabat juga para Imam madzhab terhadap para pelaku bid’ah. Sikap mereka dalam menyikapi bid’ah sangat jelas, menolak dan mengingkarinya.

Perhatikan peringatan para Sahabat kepada bid’ah berikut ini,

– Umar bin khatab radhiyallahu ‘anhu berkata ;

إن أصدق القيل قيل الله و إن أصدق الهدى هدى محمد و إن شر الأمور محدثاتها، ألا و إن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة و كل ضلالة فى النار

“Sesungguhnya perkata’an yang paling benar adalah firman Alloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu alaihi wasalam dan sesungguhnya seburuk-buruk perkara adalah yang dibuat-buat (dalam agama). Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap perkara yang dibuat-buat (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan dan setiap kesesatan itu (tempatnya dineraka). [Dikeluarkan oleh Ibnul Wudhah dalam al Bida’, hal. 31 dan al Laalikaa’iy, hadits no. 100 (1/84)].

– Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata ;

إتبعو و لا تبتدعوا فقد كفيتم و كل بدعة ضلالة

“Ber ittiba’lah kamu kepada Rosululloh dan janganlah berbuat bid’ah (perkara baru dalam agama), karena sesungguhnya agama ini telah dijadikan cukup buat kalian, dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan” [Dikeluarkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibaanah, no. 175 (1/327-328) dan Al Laalikaa’iy, no. 104 (1/86)].

– Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata ;

كل بدعة ضلالة و إن رأها الناس حسنة

“Setiap bid’ah itu adalah kesesatan, sekalipun manusia menganggapnya baik (hasanah)”. [Al Ibaanah, no. 205 (1/339) Al Laalikaa’iy, no. 126 (1/92)].

Perhatikan juga perkata’an para Imam madzhab berikut ini,

– Imam Malik berkata :

من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة فقد زعم أن محمدا

“Siapa yang membuat bid’ah dalam agama, dan memandangnya sebagai sesuatu yang baik, berarti dia telah menuduh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengkhianati risalah”. (Al I’tishom 1/64-65).

– Imam Syafi’i berkata :

من استحسن فقد شرع

“Barang siapa yang menganggap baik (bid’ah), maka ia telah membuat syariat”. (Syarh Tanqih Al Fushul: 452).

– Imam Syafi’i berkata :

ولو جاز لأحد الاستحسان في الدين : لجاز ذلك لأهل العقول من غير أهل العلم, ولجاز أن يشرع في الدين في كل باب, وأن يخرج كل أحد لنفسه شرعا !

”Andai seseorang boleh melakukan istihsan dalam agama, niscaya hal tersebut menjadi boleh bagi setiap siapa saja yang cerdas sekalipun bukan dari ahli ilmu, dan boleh baginya membuat syariat pada setiap bab dalam agama, juga boleh bagi setiap orang membuat syariat untuk dirinya sendiri”. (Syarh Tanqih Al Fushul: 452).

– Imam Syafi’i berkata :

إنما الاستحسان تلذذ

“Sesungguhnya istihsan (menganggap baik) itu hanyalah menuruti hawa nafsu”. (Ar-Risalah: 507).

Perkata’an para Sahabat juga perkata’an para Imam madzhab di atas, sebagai peringatan kepada umat untuk tidak melakukan amalan-amalan bid’ah, karena bid’ah adalah kesesatan.

PENTINGNYA MEMBANTAH AHLI BID’AH

Pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad rahimahullah : Ada seseorang yang puasa, sholat, I’tikaf dan ada orang lain yang membantah ahli bid’ah, manakah yang lebih anda sukai ? Beliau menjawab : “Apabila orang itu sholat, i’tikaf maka hal itu manfa’atnya untuk dia sendiri, tapi apabila dia membantah ahli bid’ah maka manfaatnya bagi kaum muslimin dan inilah yang lebih afdhol/ lebih utama”. Beliau menjelaskan bahwa manfa’atnya lebih luas bagi kaum muslimin di dalam agama mereka, yang hal tersebut termasuk jihad fi sabilillah.

Memurnikan agama Allah, manhaj serta syari’at-Nya dari kesesatan dan permusuhan mereka (ahli bid’ah) merupakan suatu fardu kifayah. Seandainya tidak ada yang menolak/ membantah bahaya (bid’ah) nya para pelaku bid’ah, maka akan rusaklah agama ini.

Ibn Abbas r.a berkata : “Tidak akan datang suatu zaman kepada manusia, kecuali pada zaman itu semua orang mematikan sunnah dan menghidupkan bid’ah, hingga matilah sunnah dan hiduplah bid’ah. tidak akan ada orang yang berusaha mengamalkan sunnah dan mengingkari bid’ah, kecuali orang tersebut diberi kemudahan oleh Allah di dalam menghadapi segala kecaman manusia yang diakibatkan karena perbuatannya yang tidak sesuai dengan keinginan mereka serta karena ia berusaha melarang mereka melakukan apa yang sudah dibiasakan oleh mereka, dan barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka Allah akan membalasnya dengan berlipat kebaikan di alam Akhirat”. (Al-Aqrimany:315, al-Mawa’idz).

برك الله فيكم

Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί

https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/

================

MENYIKAPI PERBEDA’AN DIANTARA SESAMA AHLU SUNNAH

MENYIKAPI PERBEDA’AN DIANTARA SESAMA AHLU SUNNAH

Memahami Manhaj Ahlus Sunnah dalam masalah khilaf, bukan asal menang-menangan, kuat-kuatan.

Orang-orang yang terbiasa menela’ah fiqih-fiqih klasik seperti kitab Bidayatul Mujtahid yg membahas Fiqih 4 madzhab atau membaca kitab Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Al Mughni dst, kita dapati banyak sekali perselisihan yg tajam di kalangan para ulama. Bahkan sampai pada tingkat satu sama lain menganggap pendapatnya yang benar, sedangkan pendapat lainnya yg salah. Bahkan satu sama lain saling memaparkan dalil secara segnifikan guna menguatkan argumennya masing-masing.

Namun yang istimewa, terlepas dari tajamnya berbeda’an pendapat dikalangan para salaf, tidak ada dikalangan mereka saling melempar kata-kata kasar. Apalagi menggelari pihak yang berbeda pendapat dengan sebutan-sebutan buruk.

Tidak ditemui juga dihadapan mereka saling sesat menyesatkan, bid’ah membid’ahkan apalagi kafir mengkafirkan.

Sungguh indah dan teduh sikap toleransi yang di praktekkan oleh para Ulama Salaf.

Tidak hanya di praktekkan oleh Ulama terdahulu saja, sikap toleran bahkan dipraktekkan oleh ulama di masa kini.

Contoh paling nyata apa yang di praktekkan oleh syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Al Bani rahimahumallah. Dua ulama mujaddid ini khilaf dalam banyak masalah ijtihadiyah.

Misalnya :

1- Syaikh Ibnu Baz memandang menutup wajah bagi wanita adalah wajib, namun syaikh Al bani mengatakan tidak wajib.

2- Syaikh Bin Baz mengatakan tatkala i’tidak bersedekap, namun Syaikh Al Bani mengingkarinya bahkan membid’ahkannya.

3- Syaikh Bin Baz membolehkan tarawih lebih dari 11 raka’at atau 13 raka’at, namun syaikh Al Bani tidak membolehkannya.

4- Para Ulama Saudi mengatakan kredit itu boleh, sedangkan Syaikh Al bani menganggap itu riba.

5- Bahkan dalam masalah darah, Syaikh Ibnu Baz berfatwa tatkala Iraq mengekspansi Kuwait dan akan menyerang Saudi, maka boleh meminta bantuan Amerika. Sementara Syaikh Al Bani tidak membolehkannya. Tentu ini khilaf yang bukan biasa karena menyangkut darah dan keamanan negeri Saudi.

Namun kita dapati, betapa kuat keakraban dan kelemah-lembutan mereka berdua.

Bahkan Syaikh Ibnu Baz tatkala ditanya siapa pembaharu abad ini, beliau menjawab, ‘Syaikh Al Albani’. Sebaliknya juga Syaikh Al Albani menganggap Syaikh Ibnu Baz sebagai pembaharu.

Sementara sa’at ini, coba lihat praktek kita yang katanya kita memproklamirkan diri mengikuti manhaj salaf.

1- Tidak mau bersahabat gara-gara khilaf antara di gerakan jari atau tidak tatkala tasyahud.

2- Memutuskan pertemanan gara-gara perbeda’an pendapat masalah foto kamera, video, ustadz masuk tv dst.

3- Bermusuhan karena masalah yayasan tertentu, dan menjadikannya sebagai tolak ukur al wala’ dan bara’.

4- Bertengkar gara-gara perbeda’an masalah coblos mencoblos saat pemilu.

Wallahul musta’aan….

Bukankah syaikh Ibnu Baz dan syaikh Al Albani khilaf dalam persoalan yang lebih besar dari hal-hal di atas ?! Yaitu masalah pertahanan negara dan darah kaum muslimin. Yaitu masalah boleh tidaknya Saudi minta bantuan Amerika untuk melawan iraq yang akan menyerang saudi. Toh mereka tetap akur, tidak saling menjatuhkan satu sama lain.

Intinya ikhwah, boleh kita menganggap pendapat kita (dlm masalah ijtihadiyah) lebih kuat dari pendapat saudara kita. Namun tidak perlu sampai pada derajat saling menjatuhkan kehormatan saudaranya, apalagi sampai bermusuhan.

Mencemo’oh, menyematkan gelar-gelar buruk kepada sesama Ahlu Sunnah, membuang muka, sinis, saling menyesatkan, saling membid’ahkan diantara sesama Ahlu Sunnah dan berbagai macam dampak negatif lain yang tidak seharusnya muncul dalam barisan Ahlu Sunnah.

Hadaanallaahu wa iyyaakum ajma’iin

==========

PERSATUAN YANG SESUNGGUHNYA

PERSATUAN YANG SESUNGGUHNYA

HARI GINI MASIH BAHAS BID’AH, KUNO, ORANG KAFIR SUDAH KEBULAN, ZIONIS DAN SALIBIS MENGANCAM !

Kadangkala mendapatkan celotehan, kenapa masih saling menyalahkan amalan sesama muslim. Kita harus merapatkan barisan bukan saling hantam. Kita lupakan perbeda’an dan kita cari sisi persama’an.

Musuh kita semakin kuat ! !

Zionis, salibis dan antek-anteknya semakin mengancam menunjukkan kekuatannya didepan mata kita. Kenapa umat Islam masih terus ribut saling membid’ahkan saling menyesatkan ! !

Begitu kira-kira celotehan sebagian orang, entah orang awam atau orang yang terusik keyakinannya.

• PERSATUAN ADALAH IDAMAN

Persatuan adalah damba’an umat Islam sepanjang masa. Tapi persatuan yang hakiki, bukan persatuan semu. Persatuan yang dibangun diatas bimbingan dan petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Bukan persatuan syubhat perangkap dan jerat syetan.

Persatuan yang benar menurut Islam. Persatuan yang jelas arahnya. Bukan persatuan menuju jurang kebinasa’an.

Kita bukanlah penyeru persatuan. Tapi tidak faham penyebab runtuhnya bangunan Islam. Kita bukan penyeru persatuan tapi tidak faham dengan konsep apa kita bisa bersatu dan kuat.

Bagaimana Umat Islam bisa bersatu kalau kita membiarkan tumbuh suburnya firqah-firqah yang saling membanggakan firqahnya masing-masing.

Bagaimana Umat Islam bisa bersatu, kalau kita membiarkan bid’ah merajalela.

Bukankah bid’ah itu pemecah belah persatuan !

Imam Asy-Syatibi rahimahullaahu ta’ala berkata : “Semua bukti dan dalil ini menunjukan bahwa munculnya perpecahan dan permusuhan adalah ketika munculnya kebid’ahan.” (Al- I’tisham,I/157).

Bagaimana Umat Islam bisa bersatu, kalau kita membiarkan umat menyelisihi sunnah ! !

Padahal dengan ittiba’ kepada Sunnah kita bisa bersatu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaahu ta’ala berkata : “Bid’ah itu identik dengan perpecahan, sebagaimana sunnah identik dengan persatuan.” (al-Istiqamah, I/42).

Berjama’ah lah, karena dengan berjama’ah kita bisa kuat.

Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan melarang perpecahan“. [Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim, surat Ali Imran: 103.]

Jama’ah yang dimaksud adalah :

مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَك

“Apa-apa yang mencocoki kebenaran walaupun engkau sendiri”. (Abdullah bin Mas’ud).

Al Qurthubi berkata : ”Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasa’an dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159].

Ikutilah para Sahabat sebagai generasi terbaik umat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

خَيْرَ أُمَّتِي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku (para Sahabat)”. (Shahih Al-Bukhari, no. 3650).

Para Sahabat yang paling faham tentang Islam. Meninggalkan mereka, maka akan muncul berbagai pertikaian.

Allah Ta’ala berfirman :

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ

“Jika mereka beriman seperti keimanan yang kalian miliki, maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam perpecahan”. (QS al-Baqarah: 137).

Raih dan genggam kuat tali Allah, jika ingin selamat dan tidak ada perpecahan.

Allah Ta’ala berfirman :

وَاِعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ

“Berpeganglah kalian semua pada tali Allah . .” (Q.S. Ali Imron: 103).

Apa yang dimaksud dengan tali Allah ?

Yang dimaksud dengan tali Allah adalah Al-Qur’an.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كِتَابُ اللهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى الأَرْضِ

“Kitab Allah (Al-Qur’an) adalah tali Allah yang diturunkan dari langit ke bumi”. (Sunan Tirmidzi, 3788).

Fahami Al-Qur’an mengikuti pemahaman para Sahabat, karena para Sahabat yang menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika wahyu turun. Para Sahabatlah yang paling memahami makna dari Al-Qur’an. Apabila kita menghendaki beragama dengan benar hendaknya kita maknai Al-Qur’an sebagaimana yang difahami oleh para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum.

Itulah konsep kita bila ingin bersatu !

Persatuan yang sesungguhnya, bukan persatuan yang menipu.

Memperingatkan umat untuk meninggalkan bid’ah menyeru ittiba’ kepada sunnah, itulah sesungguhnya yang menyeru kepada persatuan.

Adapun mereka yang membiarkan bid’ah merajalela, toleran dengan kesesatan. Maka hakekatnya mereka tidak menghendaki Umat Islam bersatu.

برك الله فيكم

Agus Santosa Somantri

https://agussantosa39.wordpress.com/category/06-syubuhat/17-sahabat-utsman-membuat-bidah/

===========================

PERBEDA’AN ADALAH RAHMAT

PERBEDA’AN ADALAH RAHMAT

Mungkin kita pernah mendengar orang berkata : ”Perbeda’an adalah rahmat”

Perbeda’an apa yang dimaksud adalah rahmat ?

Kita meyakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi terakhir, kelompok lain mengakui ada Nabi lain setelah Nabi Muhammad.

Kita memuliakan para Sahabat, kelompok lain mengkafirkan para Sahabat.

Kita mengatakan semua bid’ah sesat, kelompok lain mengatakan tidak semua bid’ah sesat.

Kalau memang perbeda’an adalah rahmat mengapa Khalifah Abu Bakar memerangi pasukan nabi palsu Musailamah al Khazab, juga pasukan nabi palsu Thulaihah al Assadi dan pasukan nabi palsu Kais bin Abdi Yaguts ? Semua nabi palsu tersebut ditumpas oleh Khalifah Abu Bakar, walaupun harus dengan peperangan yang sengit selama satu tahun.

Kalau perbeda’an adalah rahmat mengapa Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Al-Bukhari mengkafirkan syi’ah ?

Kalau perbeda’an adalah rahmat, mengapa Ibnu Umar berkata :

كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة

“Seluruh bid’ah itu sesat sekalipun manusia memandangnya baik”. (Al Lalika’i 11/50).

• Perbeda’an pendapat dalam Islam

Dalam khasanah Islam, perbeda’an pendapat bukanlah hal baru. Tidak terhitung jumlah kitab-kitab yang ditulis ulama Islam yang disusun khusus untuk merangkum, mengkaji, membandingkan, kemudian mendiskusikan berbagai pandangan yang berbeda-beda dengan argumentasinya masing-masing.

Perlu diketahui bahwa perbeda’an pendapat dalam Islam ada yang dibolehkan dan ada yang terlarang.

Contoh perbeda’an yang di bolehkan misalnya : Cara turun ketika hendak sujud dalam sholat. Apakah tangan atau lutut terlebih dahulu. Kedua-duanya dibenarkan karena masing-masing berdasarkan dalil yang shohih. Maka ini termasuk perbeda’an yang dibolehkan.

Contoh lainnya adalah : Perbeda’an baca’an do’a iftitah, baca’an tasyahud, jumlah takbir shalat jenazah dan takbir sholat ‘id, jumlah shalat teraweh dan banyak lagi. Sesama Muslim tidak dibenarkan bermusuhan karena perbeda’an pada masalah-masalah seperti yang disebutkan di atas. Karena masing-masing dari pendapat diatas memiliki dalil yang sahih.

Sikap kita kepada sesama muslim yang lainnya, yang berbeda pendapat maka harus toleran tidak perlu mempermasalahkannya. Kalaupun mau mendiskusikannya, maka harus memiliki pengetahuan yang cukup, mutaba’ah dan adab yang baik. Sehingga tidak mencederai ukhuwah Islamiyah.

Akan tetapi sikap toleran itu tidak berlaku kepada ajaran, faham atau amalan-amalan baru (bid’ah). Kita tidak boleh mendiamkan bid’ah merajalela ditengah-tengah umat. Karena akan menjadikan umat tenggelam dalam kesesatan. Perbeda’an inilah yang terlarang.

Tidak ada toleransi kepada amalan-amalan bid’ah, karena bid’ah menjadikan agama ini tidak murni dan mengakibatkan perpecahan berujung kebencian dan permusuhan diantara sesama umat Islam.

Imam Asy-Syatibi rahimahullaahu ta’ala berkata : “Semua bukti dan dalil ini menunjukan bahwa munculnya perpecahan dan permusuhan adalah ketika munculnya kebid’ahan.” (Al- I’tisham, I/157).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaahu ta’ala berkata : “Bid’ah itu identik dengan perpecahan, sebagaimana sunnah identik dengan persatuan.” (al-Istiqamah, I/42).

Karena bid’ah berdampak buruk kepada agama dan umat, maka memeranginya sangat besar pahala dan keutama’annya.

Pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad rahimahullah : Ada seseorang yang puasa, sholat, I’tikaf dan ada orang lain yang membantah ahli bid’ah, manakah yang lebih anda sukai ? Beliau menjawab : “Apabila orang itu sholat, i’tikaf maka hal itu manfaatnya untuk dia sendiri, tapi apabila dia membantah ahli bid’ah maka manfaatnya bagi kaum muslimin dan inilah yang lebih afdhol/ lebih utama”. Beliau menjelaskan bahwa manfaatnya lebih luas bagi kaum muslimin di dalam agama mereka, yang hal tersebut termasuk jihad fi sabilillah.

Maka atas dasar itulah semenjak dahulu hingga hari ini, para Ulama mengahalau para pengusung kesesatan dan menyingkap penyimpangan-penyimpangannya.

برك الله فيكم

Agus Santosa Somantri

https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/

===============