MANA DALIL YANG MELARANGNYA ?

MANA DALIL YANG MELARANGNYA ?
.
Seringkali ada orang yang ketika diperingatkan atau dinasehati untuk tidak melakukan kebid’ahan, yaitu tidak mengerjakan amalan-amalan atau ajaran yang tidak ada perintahnya dari Allah dan Rasul-Nya, yang tidak pernah Nabi amalkan atau contohkan juga tidak pernah para Sahabat lakukan, lalu orang yang dinasehati tersebut bertanya : “MANA DALIL YANG MELARANGNYA ?”
.
Itulah diantara pertanya’an yang sering di lontarkan orang awam atau mereka yang suka melakukan kebid’ahan.
.
Perlu diketahui bahwa dalam urusan Ibadah (agama), yang harus ditanyakan atau yang harus diketahui bukan dalil yang melarangnya, tapi dalil yang memerintahkannya. Karena kaidahnya dalam urusan ibadah adalah,
.
الاصل في العباده بطلان حتي يقوم الدليل علي الامر
.
“Asalnya urusan Ibadah batal / tidak sah kecuali ada dalil yang memerintahkannya”.
.
Itulah kaidahnya dalam urusan Ibadah (agama). Yaitu tidak boleh atau tidak sah melakukan amalan apaun kecuali ada atau diketahui dail yang memerintahkannya.
.
Sebagai contoh, apabila kita menegur orang yang mengamalkan shalawat fulus dan shalawat sulaiman seperti yang diajarkan ‘Kyai’ Kanjeng Dimas Ta’at Pribadi penipu umat ratusan milyar rupiah kepada para pengikutnya. Kemudian orang yang di tegur tersebut bertanya, mana dalilnya dari Al-Qur’an dan Hadits yang melarang shalawat fulus dan shalawat sulaiman ?. Maka tentu saja sampai kepala gundul pun tidak akan ditemukan ayat di dalam Al-Qur’an ataupun hadits Nabi yang melarang shalawat fulus dan shalawat sulaiman tersebut. Lalu apakah shalawat fulus dan shalawat sulaiman itu jadi sah atau di benarkan, karena tidak ada dalil yang melarangnya ?
.
Maka untuk mengetahui shalawat fulus dan shalawat sulaiman tersebut sah atau dibenarkan dalam Islam, kita harus mencari atau mengetahui ada tidak dalil yang memerintahkannya dari Al-Qur’an dan Hadits tentang shalawat-shalawat tersebut. Ada tidak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para Sahabat mengamalkan shalawat-shalawat tersebut. Apabila tidak ditemukan dalil yang memerintahkannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga para Sahabat tidak mengamalkannya, maka jelas shalawat-shalawat tersebut tidak sah atau tidak dibenarkan dalam Islam. Shalawat-shalawat tersebut artinya bid’ah, yang dibuat-buat oleh orang-orang menyimpang dan sesat (ahli bid’ah).
.
Itulah kaidanya dalam urusan Ibadah (agama). Yaitu, “Asalnya urusan Ibadah batal / tidak sah kecuali ada dalil yang memerintahkannya”.
.
Adapun perkara yang menyangkut urusan duniawi (‘Adah), maka kaidahnya sebagai berikut,
.
الاصل في العاده حلال حتي يقوم الدليل علي النهي
.
“Asalnya urusan duniawi halal (boleh) kecuali ada dalil yang melarangnya”.
.
Itulah kaidahnya dalam urusan ‘Adah (duniawi). Yaitu kita dibolehkan atau dibenarkan melakukan apapun dalam urusan duniawi selama tidak ada dalil yang melarangnya.
.
Setelah kita mengetahui kaidahnya dalam urusan Ibadah (agama) juga kaidahnya dalam urusan ‘Adah (duniawi). Maka sekarang kita bisa mengetahui, apabila ada orang yang menanyakan dalilnya yang melarang dalam urusan Ibadah, maka bisa dipastikan orang tersebut tidak faham Ilmu Ushul. Pertanya’an itu timbul karena kebodohannya terhadap ilmu agama.
.
.
با رك الله فيكم
.
By : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί
.
https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/
.
.
_____________________