KALENDER HIJRIYAH BERARTI BID’AH ?

KALENDER HIJRIYAH BERARTI BID’AH ?

Apakah kalender hijriah bisa dikatakan bid’ah karena tidak ada dizaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ?

Kalender hijriyah memang tidak ada dimasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalender hijriah mulai ada pada masa pemerintahan Umar bin Khatab.

Kalender hijriyah secara syari’at tidaklah termasuk bid’ah, karena sistem kalender masuk dalam urusan duniawi, bukan urusan ibadah.

Kalender hijriyah hanyalah sebagai sarana untuk menentukan waktu-waktu, apakah waktu ibadah atau waktu-waktu urusan duniawi. Sama halnya dengan pesawat sebagai sarana untuk pergi menunaikan ibadah haji, atau sama halnya dengan speker untuk mengeraskan panggilan adzan. Kalaupun kalender harus ditinggalkan tidak menjadi berdosa apabila ada sarana lain yang lebih baik yang bisa digunakan. Beda halnya dengan urusan ibadah meninggalkannya adalah berdosa. Misalnya meninggalkan rukun-rukun dalam ibadah.

• BID’AH YANG DILARANG ADALAH BID’AH DALAM URUSAN AGAMA

وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Rosululloh sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “. . Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 867).

Maksud bid’ah yng Nabi peringatkan kepada umatnya adalah bid’ah dalam urusan AGAMA bukan bid’ah dalam urusan DUNIA.

Darimana kita bisa mengetahui bahwa yang Nabi maksudkan adalah bid’ah dalam urusan AGAMA ?

Jawabannya :

Kita harus melihat hadits-hadits Nabi yng lainnya, karena antara satu hadits dengan hadits yng lainnya saling menjelaskan.

Perhatikan hadist-hadist berikut ini :

من احدث في امرنا هد ما ليس منه فهو رد

Artinya :

– “Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (agama / ibadah) yang tidak ada asalnya (tidak Rosululloh lakukan / perintahkan), maka perkara tersebut tertolak”. (HR.Bukhari, no. 20).

– Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ajarkan orang-orang tentang sunnahku walaupun mereka membencinya, dan bila kamu suka, janganlah berhenti walau sekejap matapun di tengah jalan, hingga kamu masuk ke dalamnya serta Falaa tahditsu fii diinillah hadatsan bi ro’yika (Janganlah membuat perkara baru dalam diinullah (agama Allah) menurut pendapatmu sendiri)” (H.R.Imam Asy-Syatibi dalam I’tisham hal 50).

Perhatikan Kalimat íni :

فلاتحدث في دين الله برأيك

“Janganlah membuat perkara baru dalam diinullah (agama Allah) menurut pendapatmu sendiri”.

Apabila kita perhatikan hadist-hadist tersebut, maka kita akan mendapatkan penjalasan dari lisan Rosululloh sallalloohu ‘alaihi wasallam sendiri, bahwa yang di maksud dengan jangan berbuat bid’ah itu, adalah bid’ah dalam urusan AGAMA / fii diinillah (agama Allah) atau urusan IBADAH.

Perlu di ketahui, bahwa Rosululloh sallallaahu ‘alaihi wasallam di utus, bukan untuk mengurus perkara-perkara dunia, seperti bagaimana cara bertani, membuat senjata perang cara membangun rumah dll. Tapi Rosululloh sallallaahu ‘alaihi wasallam di utus, untuk mengurus perkara-perkara agama (urusan ibadah) seperti, cara shalat, berdo’a, zakat, shalawat, mengurus jenzah dll.

Urusan dunia Rosululloh sallallaahu ‘alaihi wasallam menyerahkan kepada Umatnya untuk mengaturnya, selama tidak melanggar syariat.

Kita perhatikan riwayat berikut ini :

Ketika para sahabat hendak melakukan penyerbukan silang pada kurma yang merupakan perkara duniawi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila itu adalah perkara dunia, kalian tentu lebih mengetahuinya. Namun, apabila itu adalah perkara agama, maka kembalikanlah ke padaku.” (HR.Ahmad).

والله أعلمُ بالـصـواب

Agus Santosa Somantri

==============