BERJABAT TANGAN SETELAH SHALAT

BERJABAT TANGAN SETELAH SHALAT

Al-Izz bin Abdis Salam menjawab ketika ditanya hukumnya bersalaman setelah shalat.

Al-Izz bin Abdis Salam berkata : ”Berjabat tangan setelah sholat subuh dan ashar termasuk bid’ah kecuali bagi orang yang baru datang dan bertemu dengan orang yang dia berjabat tangan dengannya sebelum sholat, karena berjabat tangan disyari’atkan tatkala datang”. (Kittab Al-Fataawaa karya Imam Al-‘Izz bin Abdis Salaam hal 46-47, kitabnya bisa didownload di http://majles.alukah.net/showthread.php?t=39664).

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js
_________

SHALAT MALAM NISHFU SYA’BAN

SHALAT MALAM NISHFU SYA’BAN

Imam Nawawi rahimahullah berkata :

الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلي بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب واحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فان كل ذلك باطل ولا يغتر ببعض من اشتبه عليه حكمهما من الائمة فصنف ورقات في استحبابهما فانه غالط في ذلك وقد صنف الشيخ الامام أبو محمد عبدالرحمن بن اسمعيل المقدسي كتابا نفيسا في ابطالهما

“Sholat yang dikenal dengan sholat ar-Roghoib, yaitu sholat 12 raka’at yang dikerjakan antara maghrib dan isya pada malam jum’at yang pertama di bulan Rojab, dan juga sholat malam nishfu Sya’ban seratus raka’at. DUA SHALAT INI MERUPAKAN SHALAT YANG BID’AH, SHALAT YANG MUNGKAR DAN BURUK. Dan janganlah terpengaruh dengan di sebutkannya kedua sholat ini dalam kitab “Quutul Quluub” dan “Ihyaa Uluumiddin”, dan jangan pula terpedaya dengan hadits yang disebutkan tentang kedua sholat ini, karena semuanya adalah kebatilan. Dan jangan juga terpedaya dengan sebagian imam yang terancukan / tersamarkan tentang hukum kedua sholat tersebut sehingga ia menulis beberapa lembaran tentang sunnahnya kedua sholat itu. Sesungguh-nya ia telah keliru. As-Syaikh al-Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma’il al-Maqdisi telah menulis sebuah kitab yang bagus tentang batilnya kedua sholat ini”. (Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab 4/56).

_____

KHATIB JUM’AT MENDO’AKAN SESEORANG KETIKA KHUTBAH

KHATIB JUM’AT MENDO’AKAN SESEORANG KETIKA KHUTBAH

Imam As-Syafii berkata :

إذا كان الأمام يصلي لشخص معين أو لشخص (أي شخص) ثم كرهت ذلك، ولكن ليست إلزامية لآلية القيام بتكرار

“Jika sang imam berdo’a untuk seseorang tertentu atau kepada seseorang (siapa saja) maka aku membenci hal itu, namun tidak wajib baginya untuk mengulang khutbahnya”. (Al-Umm: 2/416-417).

_____

SABAR DALAM DAKWAH KETIKA MENDAPATKAN CACIAN

.
SABAR DALAM DAKWAH KETIKA MENDAPATKAN CACIAN
.
Mendakwahkan Al-Hak, menyeru manusia untuk kembali kepada ajaran yang datangnya dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, memperingatkan umat untuk meninggalkan segala macam tahayul, bid’ah dan kesyirikan, sudah menjadi sunnatullah apabila mendapatkan caci-maki dari orang-orang yang merasa terusik keyakinannya. Bukankah para Nabi dan Rasul berikut para Sahabatnya pada masa lalu juga mendapatkan cacian dan makian setiap harinya.
.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, pernah datang seorang laki-laki menemui Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, tiba-tiba lelaki tersebut mencaci-maki sahabat Nabi yang mulia tersebut.
.
Rasulullah salallaahu ‘alaihi wassalam yang saat itu tengah duduk di sampingnya tampak terheran-heran sambil tersenyum melihat Abu Bakar diam saja. Namun ketika kata makian semakin banyak dan Abu Bakar pun meladeninya, maka Rasulullah bangkit dengan wajah tidak suka dengan sikap Abu Bakar tersebut.
.
Beliau berdiri dan Abu Bakar mengikutinya.
.
Lalu Abu Bakar bertanya, “Ya Rasulullah, tadi dia mencaci makiku namun engkau tetap duduk. Tapi ketika kuladeni sebagian kata-katanya, engkau marah dan berdiri. Mengapa demikian ya Rasulullah ?”. Tanya Abu Bakar.
.
Rasulullah salallaahu ‘alaihi wassalam pun menjawab, “Sesungguhnya bersamamu ada malaikat, kemudian dia berpaling daripadamu. Ketika engkau meladeni perkataannya, datanglah syaitan dan aku tidak sudi duduk bersama syaitan itu”. Jawab Rasulullah.
.
Kemudian Rasulullah salallaahu ‘alaihi wassalam meneruskan nasihatnya : “Tidak teraniaya seseorang karena penganiayaan yang ia sabar memikulnya kecuali Allah akan menambahkan kepadanya kemuliaan dan kebesaran”. (Hr. Imam Ahmad dari Abu Kabsyah Al Anmari).
.
Nasihat Rasulullah salallaahu ‘alaihi wassalam kepada Abu Bakar di atas harus kita terapkan dalam sikap kita ketika menghadapi caci maki orang-orang yang tidak mau menerima dan memusuhi seruan kita. Tidak perlu caci maki mereka kita balas dengan caci maki pula. Karena tindakan tersebut akan menjadikan setan senang dengan yang kita lakukan.
.
Sabar ketika mendapatkan sikap kebencian dalam menyeru manusia untuk berjalan di atas jalan yang benar adalah sikap yang tepat. Bukankah segala sesuatu yang terjadi sudah Allah Ta’ala tetapkan. Seorang mukmin harus lapang dada dan ridha ketika menghadapi kejadian (musibah) yang menimpanya, karena hal itu merupakan ujian dari Allah Ta’ala, sejauh mana dia bersabar. Sehingga Allah Ta’ala mencintainya dan memberikan balasan pahala atas kesabarannya.
.
Allah ta’ala berfirman :
.
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
.
“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar”. (Qs. Ali Imran, 146).
.
Allah Ta’ala berfirman :
.
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
.
“Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. (Qs. An-Nahl: 96).
.
Selain dicintai Allah Ta’ala dan mendapatkan pahala, orang yang sabar juga akan mendapatkan ampunan.
.
Allah ta’ala berfirman :
.
إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
.
“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana) dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itu mendapatkan ampunan dan pahala yang besar”. (Qs. Hud: 11).
.
Dan di atas semua itu, orang yang sabar akan mendapatkan Surga ‘Adn.
.
Allah Ta’ala berfirman :
.
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
.
“Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu, maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu (Surga Adn)”. (Qs. Ar-Ra’d: 24).
.
Semoga kita bisa semakin bersabar dalam menyeru manusia untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni, ajaran yang tidak mengandung kebatilan yang dibuat-buat oleh para penyesat umat, Karena besarnya pahala yang akan kita dapatkan.
.
❁ MENELADANI IMAM SYAFI’I KETIKA MENGHADAPI ORANG BODOH
.
Imam Syafi’i adalah seorang Ulama besar yang banyak melakukan dialog dan pandai dalam berdebat dalam permas’alahan agama.
.
Sampai-sampai Harun bin Sa’id berkata : “Seandainya Syafi’i berdebat untuk mempertahankan pendapat bahwa tiang yang pada aslinya terbuat dari besi adalah terbuat dari kayu niscaya dia akan menang, karena kepandainnya dalam berdebat”. (Manaqib Aimmah Arbaah hlm. 109 oleh Ibnu Abdil Hadi).
.
Imam Syafi’i adalah seorang Ulama pembela sunnah, sehingga tentu saja pada waktu itu banyak orang sesat yang memusuhinya, karena cela’an Imam Syafi’i terhadap kesesatan mereka.
.
Berikut perkata’an Imam Syafi’i terhadap mereka.
.
Imam Syafi’i berkata :
.
يُخَاطِبُنِي السَّفِيْهُ بِكُلِّ قُبْحٍ
.
Orang jahil berbicara kepadaku dengan segenap kejelekan
.
فَأَكْرَهُ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ مُجِيْبًا
.
Akupun enggan untuk menjawabnya
.
يَزِيْدُ سَفَاهَةً فَأَزِيْدُ حُلْمًا
.
Dia semakin bertambah kejahilan dan aku semakin bertambah kesabaran
.
كَعُوْدٍ زَادَهُ الْإِحْرَاقُ طِيْبًا
.
“Seperti gaharu dibakar, akan semakin menebar kewangian”. (Diwân Imam Asy-Syâfi’iy).
.
Imam Syafi’i rahimahullah berkata : “Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek. Maka aku tidak ingin untuk menjawabnya. Dia bertambah pandir dan aku bertambah lembut, seperti kayu wangi yang dibakar malah menambah wangi”. (Diwan Asy-Syafi’i, hal. 156).
.
Imam Syafi’i juga berkata : ”Berkatalah sekehendakmu untuk menghina kehormatanku, diamku dari orang hina adalah suatu jawaban. Bukanlah artinya aku tidak mempunyai jawaban, tetapi tidak pantas bagi singa meladeni anjing”.
.
Itulah sikap dari Imam Syafi’i ketika menghadapi orang-orang sesat yang memusuhinya. Semoga kita bisa meneladaninya. Aamiin.
.
Semoga bermanfa’at.
.
Alhamdulilllah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
.
با رك الله فيكم
.
Penulis : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏Mąŋţяί
.
.
Kunjungi blog pribadi di : https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah
.
.
_____

AHLUS SUNNAH BERHUJJAH DENGAN KITABULLAH, SUNNAH NABI DAN SUNNAH PARA SAHABAT

AHLUS SUNNAH BERHUJJAH DENGAN KITABULLAH, SUNNAH NABI DAN SUNNAH PARA SAHABAT

Agama ini telah tegak pada masa-masa yang lalu, sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, era sahabat dan para tabi’in. Apa yang menjadi agama pada masa itu, maka pada sekarang ini hal tersebut juga merupakan bagian dari agama.

Dan jika pada zaman mereka ada satu hal yang bukan dari agama, maka sekarang ini, hal tersebut juga bukan termasuk dari agama yang dicintai dan diridhai Allah.

Agama ini adalah Kitab Allah, dan Kitab Allah memerintahkan agar kita mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Rasulullah memerintahkan kita untuk mengikuti sahabat Rasulullah. Ini semua dicintai dan diridhai Allah.

Begitulah yang difahami Imam Syafi’i dan ulama lainnya.

(Suatu waktu), Imam Syafi’i datang ke Masjidil Haram di Mekkah untuk menunaikkan ibadah haji. Beliau duduk dan berkata kepada orang-orang yang ada : “Tanyakanlah kepadaku. Tidak ada orang yang bertanya tentang sesuatu kepadaku, kecuali aku akan menjawabnya dengan Kitabullah”.

Maka ada orang awam berdiri dan bertanya : “Wahai, imam. Ketika aku masuk Masjidil Haram, aku menginjak dan membunuh satu serangga. Padahal orang yang dalam keadaan ihram tidak boleh membunuh sesuatu. Akan tetapi, aku telah membunuh seekor serangga. Apa jawabannya dari Kitabullah ?”.

Setelah memuji Allah dan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Imam Syafi’i berkata, Allah berfirman : “Apa-apa yang telah diperintahkan Rasul, maka haruslah kalian mengambilnya”. (QS. Al Hasyr: 8). Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي

“Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk”. (HR. Abu Daud).

Dan diantara Khulafaur Rasyidin adalah Umar bin Khaththab. Kemudian beliau membawakan sebuah riwayat bahwa ada seseorang bertanya kepada Umar bin Khaththab tentang seseorang yang membunuh seekor serangga dalam keadaan ihram. Maka Umar menjawab, ”Tidak ada denda (sangsi) apa pun atas kamu”.

Maka Imam Syafi’i berkata : “Jawabanku dari Kitabullah, wahai orang yang berbuat (seperti) itu, sesungguhnya engkau tidak mendapat sangsi apapun. Itulah jawaban dari kitab Allah.”

(Dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman di Universitas Islam Negeri Malang, pada tanggal 7 Desember 2004).

________

BERSIKAP LEMAH LEMBUT TERHADAP SESAMA AHLI SUNNAH

BERSIKAP LEMAH LEMBUT TERHADAP SESAMA AHLI SUNNAH
.
Hasan al-Bashrî rahimahullåhu berkata :
.
يا أهل السنة ترفقوا رحمكم الله فإنكم من أقل الناس
.
“Wahai Ahlus Sunnah, bersikap lembutlah semoga Allåh merahmati kalian, karena sesungguhnya kalian adalah kaum yang paling minoritas”. (Syarh al-Ushůl karya al-Lålikă’î, I/63).
.
Sufyan ats-Tsaurî rahimahullåhu berkata :
.
استوصوا بأهل السنة خيراً فإنهم غرباء
.
“Saling berwasiatlah kalian dengan Ahlus sunnah karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang asing (ghurobå)”. (Syarh al-Ushůl, I/71).
.
Ayyub As-Sukhtiyånî rahimahullåhu berkata :
.
إني أخبر بموت الرجل من أهل السنة فكأني أفقد بعض أعضائي
.
“Sesungguhnya aku diinformasikan tentang wafatnya seorang dari Ahlus Sunnah, maka saya merasa seakan-akan kehilangan salah satu anggota tubuhku”. (Syarh al-Ushůl, 1/66).
.
Imam Sufyan ats-Tsaurî pernah ditanya,
.
ما ماء العيش ؟
.
Apa itu air kehidupan ?
.
Imam Sufyan ats-Tsaurî menjawab :
.
لقاء الإخوان
.
‘Bertemu dengan saudara (Ahlus sunnah)”. (Raudhatul Uqolå wa Nuzhatul Fudholå, 93).
.
.
_____________________

ILMU TAJWID BID’AH ?

ILMU TAJWID BID’AH ?

Benarkah ilmu tajwid bid’ah, karena tidak ada di zaman Nabi ?

Perhatikan perkata’an Imam Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam, Ulama besar bermadzhab Syafi’i, yang lahir pada tahun 577 H.

Mengenai ilmu tajwid, Imam Al-Iz bin Abdis Salam di dalam kitabnya, beliau berkata :

“ILMU TAJWID BUKANLAH BID’AH DALAM AGAMA ISLAM, BAHKAN MERUPAKAN SUATU MASLAHAT MURSALAH”. (Lihat al-I’tisham 2/111-112).

Kalau bid’ah hasanah itu ada, tentu Imam Al-‘Izz bin Abdis Salam tidak akan menyebut Ilmu Tajwid dengan Maslahah Mursalah, tapi menyebutnya bid’ah hasanah.

Dari perkata’an Imam Al-Iz bin Abdis Salam, sebetulnya kita bisa memahami ucapan beliau, bahwa dalam urusan agama atau ibadah tidak ada bid’ah hasanah.

Demikian pula ilmu nahwu, ilmu mushtholah hadits, ilmu fara’idh, ilmu ushul fikih, membangun madrasah, memberi titik dan harokat pada Al-Qur’an, berangkat haji pake pesawat terbang, speker untuk panggilan adzan, dakwah di internet atau di facebook dan sebagainya, yang semua itu tidak ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Contoh-contoh yang di sebutkan di atas semua itu termasuk kepada Maslahah Mursalah.

Kalau ada yang mengatakan, Maslahah Mursalah itu katanya bid’ah hasanah.

Itulah kejahilannya. KARENA ANTARA MASLAHAH MURSALAH DENGAN BID’AH ADA PERBEDA’ANNYA YANG SANGAT JELAS.

Kalau ada yang mengatakan bahwa Maslahah Mursalah tidak ada perbeda’annya dengan bid’ah. Itulah yang menjadikan mereka rancu dalam memahami bid’ah.

Maka tidak heran kalau perkara-perkara yang termasuk kepada Maslahah Mursalah, mereka menyebutnya bid’ah hasanah.

Karena kejahilannya tidak mengetahui perbeda’an antara Maslahah Mursalah dengan bid’ah.

Adapun sebab yang mendorong para ulama untuk membuat sebuah metode membaca al-Qur’an (ilmu tajwid), adalah karena tersebarnya bahasa orang-orang non Arab yang merusak ilmu Al-Quran.

Bisa kita perhatikan betapa banyak orang tidak bisa membedakan د (dal) dengan ذ (dzal), ظ (dzo`) dengan ض (dho’). Demikian pula س (sin) dengan ش (syin) atau denganث (tsa’), dan seterusnya.

Maka sebuah ilmu yang menentukan tata cara membaca al-Qur’an yang benar dibutuhkan.

Ilmu tajwid diambil dari Al-Quran dan Sunnah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Quran, serta para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in demikian seterusnya.

Sampailah kepada ulama-ulama yang ahli dalam Al-Quran sehingga sampai ilmu qiro’at tersebut dengan cara yang mutawatir.

Ilmu tersebut dinamakan dengan ilmu tajwid.

Sedangkan tajwidnya sendiri ada dua, yaitu :

1. Syafawi ‘Amali, yaitu bacaan Al-Quran yang bagus yang diambil dari orang yang ahli dalam membaca Al-Quran.

2. Nadzory ‘Ilmi, yaitu suatu ilmu yang diajarkan secara turun-temurun menurut kaidah yang diletakkan oleh para ulama.

برك الله فيكم

Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί

https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/

=========

MENYIKAPI PERBEDA’AN DIANTARA SESAMA AHLU SUNNAH

MENYIKAPI PERBEDA’AN DIANTARA SESAMA AHLU SUNNAH

Memahami Manhaj Ahlus Sunnah dalam masalah khilaf, bukan asal menang-menangan, kuat-kuatan.

Orang-orang yang terbiasa menela’ah fiqih-fiqih klasik seperti kitab Bidayatul Mujtahid yg membahas Fiqih 4 madzhab atau membaca kitab Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Al Mughni dst, kita dapati banyak sekali perselisihan yg tajam di kalangan para ulama. Bahkan sampai pada tingkat satu sama lain menganggap pendapatnya yang benar, sedangkan pendapat lainnya yg salah. Bahkan satu sama lain saling memaparkan dalil secara segnifikan guna menguatkan argumennya masing-masing.

Namun yang istimewa, terlepas dari tajamnya berbeda’an pendapat dikalangan para salaf, tidak ada dikalangan mereka saling melempar kata-kata kasar. Apalagi menggelari pihak yang berbeda pendapat dengan sebutan-sebutan buruk.

Tidak ditemui juga dihadapan mereka saling sesat menyesatkan, bid’ah membid’ahkan apalagi kafir mengkafirkan.

Sungguh indah dan teduh sikap toleransi yang di praktekkan oleh para Ulama Salaf.

Tidak hanya di praktekkan oleh Ulama terdahulu saja, sikap toleran bahkan dipraktekkan oleh ulama di masa kini.

Contoh paling nyata apa yang di praktekkan oleh syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Al Bani rahimahumallah. Dua ulama mujaddid ini khilaf dalam banyak masalah ijtihadiyah.

Misalnya :

1- Syaikh Ibnu Baz memandang menutup wajah bagi wanita adalah wajib, namun syaikh Al bani mengatakan tidak wajib.

2- Syaikh Bin Baz mengatakan tatkala i’tidak bersedekap, namun Syaikh Al Bani mengingkarinya bahkan membid’ahkannya.

3- Syaikh Bin Baz membolehkan tarawih lebih dari 11 raka’at atau 13 raka’at, namun syaikh Al Bani tidak membolehkannya.

4- Para Ulama Saudi mengatakan kredit itu boleh, sedangkan Syaikh Al bani menganggap itu riba.

5- Bahkan dalam masalah darah, Syaikh Ibnu Baz berfatwa tatkala Iraq mengekspansi Kuwait dan akan menyerang Saudi, maka boleh meminta bantuan Amerika. Sementara Syaikh Al Bani tidak membolehkannya. Tentu ini khilaf yang bukan biasa karena menyangkut darah dan keamanan negeri Saudi.

Namun kita dapati, betapa kuat keakraban dan kelemah-lembutan mereka berdua.

Bahkan Syaikh Ibnu Baz tatkala ditanya siapa pembaharu abad ini, beliau menjawab, ‘Syaikh Al Albani’. Sebaliknya juga Syaikh Al Albani menganggap Syaikh Ibnu Baz sebagai pembaharu.

Sementara sa’at ini, coba lihat praktek kita yang katanya kita memproklamirkan diri mengikuti manhaj salaf.

1- Tidak mau bersahabat gara-gara khilaf antara di gerakan jari atau tidak tatkala tasyahud.

2- Memutuskan pertemanan gara-gara perbeda’an pendapat masalah foto kamera, video, ustadz masuk tv dst.

3- Bermusuhan karena masalah yayasan tertentu, dan menjadikannya sebagai tolak ukur al wala’ dan bara’.

4- Bertengkar gara-gara perbeda’an masalah coblos mencoblos saat pemilu.

Wallahul musta’aan….

Bukankah syaikh Ibnu Baz dan syaikh Al Albani khilaf dalam persoalan yang lebih besar dari hal-hal di atas ?! Yaitu masalah pertahanan negara dan darah kaum muslimin. Yaitu masalah boleh tidaknya Saudi minta bantuan Amerika untuk melawan iraq yang akan menyerang saudi. Toh mereka tetap akur, tidak saling menjatuhkan satu sama lain.

Intinya ikhwah, boleh kita menganggap pendapat kita (dlm masalah ijtihadiyah) lebih kuat dari pendapat saudara kita. Namun tidak perlu sampai pada derajat saling menjatuhkan kehormatan saudaranya, apalagi sampai bermusuhan.

Mencemo’oh, menyematkan gelar-gelar buruk kepada sesama Ahlu Sunnah, membuang muka, sinis, saling menyesatkan, saling membid’ahkan diantara sesama Ahlu Sunnah dan berbagai macam dampak negatif lain yang tidak seharusnya muncul dalam barisan Ahlu Sunnah.

Hadaanallaahu wa iyyaakum ajma’iin

==========

MAKNA AHLU SUNNAH

AHLU SUNNAH YANG SESUNGGUHNYA
.
Banyak firqoh, faham dan aliran dalam Islam. Dan masing-masing golongan mereka menyatakan dirinya atau kelompoknya sebagai Ahlus Sunnah. Sekalipun mereka adalah para pelaku bid’ah, tetap saja mereka mengakunya sebagai Ahlus Sunnah.
.
Lalu sebenarnya siapa yang di golongkan sebagai Ahlus Sunnah ?
.
Apakah mereka yang yang gemar melakukan kebid’ahan juga termasuk sebagai Ahlus Sunnah ?
.
Berikut keterangan para Ulama tentang Ahlus Sunnah.
.
– Imam Ibnu Hazm (384-456 H) berkata : ”Ahlus Sunnah yang kami sebutkan adalah ahlul haq, dan selain mereka adalah ahli bid’ah. Maka Ahlus Sunnah adalah para Sahabat dan setiap yang menempuh jalan mereka dari para Tabi’in, kemudian ashhabul hadits dan orang-orang yang mengikuti mereka dari para fuqaha, dari generasi-ke generasi hingga sa’at ini. Demikian juga, orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan awam di timur bumi dan baratnya, semoga Alloh merahmati mereka semuanya“. (Al-Fishal fil Milal wal Ahwa’ wan Ni hal 2/271).
.
– Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa salam dan apa yang disepakati oleh As Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik”. (Majmu’ Fatawa: 3/375).
.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata : “Barangsiapa yang mengikuti Kitab, Sunnah, dan Ijma’, maka dia termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah”. (Majmu’ Fatawa 3/346).
.
Dari keterangan para Ulama di atas maka Ahlus Sunnah adalah :
.
– Ahlul haq. Dan selain mereka adalah ahli bid’ah.
.
– Para sahabat dan setiap yang menempuh jalan mereka dari para Tabi’in, kemudian Ashhabul Hadits dan orang-orang yang mengikuti mereka dari para fuqaha, dari generasi-ke generasi hingga sa’at ini. Juga orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan awam.
.
– Orang-orang yang berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa salam dan apa yang disepakati oleh As Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
.
– Orang-orang yang mengikuti Kitab, Sunnah, dan Ijma.
.
Itulah yang di maksud Ahlus Sunnah sebagaimana yang di terangkan para Ulama di atas.
.
Setelah kita mendapatkan keterangan dari para Ulama tentang siapa itu Ahlus Sunnah, maka mereka yang tidak berpegang teguh kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, tapi mereka berpegang teguh kepada adat istiadat warisan nenek moyang, juga menyelisihi para Sahabat Nabi dalam beragama. Maka sesungguhnya mereka bukan Ahlus Sunnah tapi mereka adalah kebalikan dari Ahlus Sunnah yaitu ahlul bid’ah atau di sebut juga ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu). Walaupun mulut mereka mengakunya sebagai Ahlus Sunnah.
.
.
با رك الله فيكم
.
By : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί
.
https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/
.
.
________________