TAKUTNYA PARA SAHABAT BERBUAT BID’AH

TAKUTNYA PARA SAHABAT BERBUAT BID’AH
.
Para Sahabat adalah generasi terbaik umat, sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
.
خَيْرَ أُمَّتِي قَرْنِي
.
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku (para Sahabat) . .”. (Shahih Al-Bukhari, no. 3650).
.
Para Sahabat adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat paling mengetahui dan paling benar dalam memahami Islam. Mereka juga adalah para pendahulu dari umat Islam yang memiliki keshalihan yang paling tinggi (Salafus shalih).
.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
.
فَإِنَّهُمْ كَانُوْا أَبَرَّ هَذِهِ اْلأُمَّةِ قُلُوْبًا، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، وَأَقْوَمَهَا هَدْيًا، وَأَحْسَنَهَا حَالاً . .
.
“. . Karena sesungguhnya mereka (para Sahabat) adalah ummat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit bebannya, dan paling lurus petunjuknya, serta paling baik keada’annya . .”. (Majma’-uz Zawaa-id, oleh al-Hafizh al-Haitsamy, cet. Daarul Kitab al-‘Araby-Beirut, th. 1402 H).
.
Para Sahabat adalah umat Rasulullah yang paling faham tentang Islam. Mereka para Sahabat adalah umat Nabi Muhammad yang paling dalam ilmunya. Sehingga mereka sangat takut melakukan perbuatan yang tidak Nabi ajarkan.
.
Ketakutan para Sahabat tersebut bisa kita ketahui dalam riwayat ketika mereka hendak membuat mushaf Al-Qur’an.
.
Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup, ayat-ayat Al-Qur’an tidak terkumpul dalam satu mushaf, sebagaimana dikatakan oleh seorang Sahabat Nabi Zaid bin Tsabit,
.
قبض النبي صلعم ولم يكن القران جمع فى شيئ
.
“Sa’at Nabi Muhammad wafat, Al-Qur’an masih belum dirangkum dalam satuan bentuk buku”.
.
Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Al-Qur’an di tulis pada lembaran kulit binatang, pelepah kurma, terukir pada batu tulis dan tulang belulang hewan, dan banyak dari para Sahabat yang menghafalnya, bahkan diantara para Sahabat ada yang hafal Al-Qur’an secara keseluruhan.
.
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, kemudian Kaum Muslimin mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah. Pada masa Abu Bakar sebagai Khalifah terjadi peperangan dengan kaum murtadin dan pendukung nabi palsu Musailamah, banyak dari penghafal al-Qur’an gugur sebagai Syahid, sehingga Abu Bakar khawatir akan mengakibatkan lenyapnya Al-Qur’an dari muka bumi.
.
Umar bin Khattab menyarankan agar segera dilakukan pengumpulan Al-Quran dalam sebuah buku (mushaf).
.
Saran dari Umar bin Khatab tidak begitu saja di terima oleh Khalifah Abu Bakar As-Shidiq.
.
Sebuah riwayat menerangkan bahwa Umar Ibnu Khattab merasa khawatir dengan gugurnya 70 orang Sahabat penghafal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Ia pun segera menghadap Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq kemudian berkata, “Wahai Abu Bakar sungguh telah terjadi musibah besar”. Abu Bakar Ash Shiddiq pun bertanya, ”Bencana apa yang kau maksud itu wahai Umar ?”. Umar bin Khatab menjawab, ”Tujuh puluh orang penghafal Al-Qur’an syahid di perang Yamamah. Padahal kita masih akan menghadapi berbagai peperangan yang mungkin bisa merenggut lebih banyak korban. Saya takut nanti tidak ada lagi penghafal Al-Qur’an diantara kita. Dan Al Qur`an akan dilupakan tidak ada yang membaca”. Abu Bakar Ash Shiddiq kemudian bertanya, “Lalu apa saranmu?”. Umar bin Khatab pun menjawab, ”Saya menyarankan agar tulisan-tulisan Al-Qur’an yang ada di lembaran-lembaran pelepah kurma, kulit binatang, lempengan batu atau apa saja semuanya dikumpulkan dan dihimpun menjadi satu mushaf”. Mendengar usulan Umar Ibnu Khattab itu, Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq lama terdiam. Setelah beberapa sa’at kemudian Abu Bakar Ash Shiddiq menyatakan keberatannya atas usul itu. Abu Bakar Ash Shiddiq tidak berani melakukan sesuatu yang tidak pernah di lakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baru setelah Umar meyakinkan dengan argument-argument yang kuat, akhirnya Khalifah Abu Bakar Siddiq pun menyetujuinya. Maka di tunjuklah panitia pembukuan Al-Qur’an yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit di bantu oleh Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab dan lain-lain.
.
Perhatikan riwayat di atas, Khalifah Abu Bakar As-Shidiq tidak begitu saja menerima usulan Umar bin Khatab. Abu Bakar takut terjatuh kepada perbuatan mengada-adakan perkara dalam urusan agama yang tidak Nabi lakukan. Namun akhirnya usulan Umar bin Khatab di setujuinya. Karena pertimbangan maslahat dan madharatnya. Selain itu dalam hadits sohih di sebutkan bahwa Abu Bakar As-Shidiq mendapat ilham dari Allah Ta’ala sehingga beliau pun akhirnya merealisasikan usulan Umar tersebut.
.
Ketakutan membuat-buat perkara baru dalam urusan agama yang tidak di lakukan Nabi juga menghinggapi perasa’an Zaid bin Tsabit yang di tunjuk untuk memimpin pembuatan mushaf Al-Qur’an tersebut.
.
Perhatikan perkata’an Zaid bin Tsabit berikut ini sebagai ungkapan rasa takutnya,
.
“Demi Allah, Jika sekiranya mereka memintaku memindahkan sebuah gunung yang besar, hal itu akan terasa lebih ringan dari apa yang mereka perintahkan padaku sa’at ini”.
.
Begitulah ketakutan para Sahabat Nabi untuk melakukan perkara yang tidak ada di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
.
LALU KITA BANDINGKAN DENGAN ORANG-ORANG YANG DENGAN MUDAHNYA MEMBUAT ANEKA MACAM BID’AH SA’AT INI. APAKAH MEREKA PUNYA PERASA’AN TAKUT SEBAGAIMANA ABU BAKAR DAN ZAID BIN TSABIT. APAKAH KETIKA MEREKA AKAN MEMBUAT BERAGAM BID’AH MENDAPATKAN ILHAM SEBAGAIMANA ABU BAKAR ?
.
Ahli bid’ah sering menjadikan riwayat pembuatan Mushaf Al-Qur’an ini di jadikan dalil bolehnya membuat kebid’ahan. Menurut mereka apa yang di lakukan para Sahabat tersebut sebagai bid’ah hasanah.
.
Benarkah anggapan mereka tersebut ?
.
MEMBUKUKAN AL-QUR’AN ADALAH IJTIHAD BUKAN BID’AH
.
Membukukan al-Qur’an menjadi sebuah mushaf, adalah hasil dari sebuah IJTIHAD. Bukan BID’AH sebagaimana yang dikatakan oleh para pembela bid’ah.
.
Apakah itu IJTIHAD ?
.
IJTIHAD (اجتهاد) adalah usaha yang sungguh-sungguh, karena adanya kebutuhan untuk kemaslahatan. Dan Ijtihad hanya boleh dilakukan oleh orang tertentu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak terdapat dalam Al Quran maupun hadits. Dan Ijtihad dalam hukum Islam ditempatkan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Quran dan As-Sunnah, jadi Ijtihad dalam Islam di akui sebagai sebuah legalitas hukum.
.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata ;
.
وهو أن يرى المجتهد أن هذا الفعل يجلب منفعة راجحة، وليس في الشرع ما ينفيه
.
“Dia, seorang mujtahid melihat bahwa perbuatan tersebut mendatangkan manfa’at yang sangat jelas, dan tidak ada dalam Syari’at perkara yang menafikan-nya atau menolaknya”. (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Majmû’ Fatâwâ, XI/342-343).
.
Dan berikut ini macam-macam bentuk Ijtihad ; Ijma’, Qiyas, Istihsân, Maslahah murshalah, Sududz, Dzariah, Istishab, Urf.
.
Dan IJTIHAD yang dilakukan Abu Bakar membukukan Al-Qur’an menjadi sebuah mushaf, termasuk kedalam bentuk Ijtihad MASLAHAH MURSALAH.
.
• APAKAH BEDA BERIJTIHAD DENGAN BERBUAT BID’AH ?
.
BERIJTIHAD dan BERBUAT BID’AH tentu saja bebeda, BERIJTIHAD mendapatkan pahala walaupun ijtihadnya salah.
.
Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ.
.
“Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala”. (H.R Al-Bukhaariy 13/268 dan Muslim no. 1716).
.
Adapun BERBUAT BID’AH adalah tercela.
.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;
.
وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
.
“. . . Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 867)
.
Dalam riwayat An Nasa’i dikatakan,
.
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
.
“Setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An Nasa’i, 1578).
.
Kenapa membukukan al-Qur’an di katakan sebagai sebuah IJTIHAD, bukan BID’AH sebagaimana dikatakan para pembela bid’ah ?
.
Pertama : Tidak mungkin para Sahabat berbuat bid’ah, karena para Sahabat sangat mengetahui bahwa bid’ah dalam urusan agama adalah perkara yang tercela, yang dilarang didalam Islam.
.
Kedua : Antara IJTIHAD dan BID’AH memiliki ciri-cirinya, dan dari ciri-cirinya tersebut kita bisa mengetahui apakah perkara tersebut IJTIHAD atau BID’AH.
.
Berikut ini perbeda’an antara IJTIHAD dan BID’AH :
.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa IJTIHAD yang dilakukan Abu Bakar membukukan Al-Qur’an itu, termasuk kedalam bentuk Idjtihad MASLAHAH MURSALAH .
.
Berikut ini Perbeda’an MASLAHAH MURSALAH dengan BID’AH diantaranya ;
.
1. MASLAHAH MURSALAH dilakukan, bukan diniatkan untuk menambah atau mendapatkan nilai pahala dan keutama’an (mubalaghah). Adapun BID’AH, tujuannya sangat jelas, ingin mendapatkan pahala dan keutama’an (mubalaghah) dari amalan yang dibuatnya.
.
Membukukan Al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, bukan ditujukan untuk mendapatkan tambahan nilai pahala atau keutama’an (mubalaghah). Tapi karena semata-mata ada kebutuhan. Yaitu karena sa’at itu banyaknya para penghafal Al-Qur’an yang gugur sebagai Syahid, sehingga Abu Bakar khawatir akan mengakibatkan lenyapnya al-Qur’an dari muka bumi.
.
Adapun orang-orang yang berbuat bid’ah tujuannya jelas, ingin mendapatkan nilai pahala dan keutama’an (mubalaghah) dari ibadah yang dilakukan.
.
Contohnya, orang yang mebuat bid’ah Maulid Nabi. Mereka yang membuat Maulid Nabi, tentu saja ingin mendapatkan pahala, dan keutama’an (mubalaghah) dari amalan yang dibuatnya.
.
2. MASLAHAH MURSALAH, mendatangkan kemaslahatan buat umat. Adapun BID’AH, memberatkan dan menambah kesulitan pelakunya dalam beribadah.
.
Pembukuan Al-Qur’an jelas mendatangkan maslahat, menjadikan Al-Qur’an terjaga keasliannya dan tidak hilang dari muka bumi.
.
Adapun BID’AH menambah berat dan kesulitan bagi pelakunya. Contohnya selamatan kematian Tahlilan, banyak orang yang memaksakan diri, berutang kepada saudara atau tetangga, untuk biaya tahlilan tersebut.
.
3. MASLAHAH MURSALAH ada kendala, yang menghalangi untuk dilakukan. Adapun bid’ah, Tidak terdapat kendala untuk melakukannya, bahkan sangat mungkin untuk dilakukan.
.
Membukukan Al-Qur’an menjadi sebuah mushaf ada kendala yang menghalangi apabila dilakukan sa’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, karena pada sa’at itu wahyu masih terus turun, Allah masih bisa mengubah dan menetapkan sesuatu yang Dia kehendaki. Apabila sa’at itu Al Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf, maka tentu saja akan menyulitkan karena adanya perubahan setiap sa’at.
.
Adapun bid’ah, tidak ada kendala apabila sa’at Rasulullah masih hidup dilakukan. Contohnya tahlilan atau maulid Nabi, tidak ada yang menghalangi apabila perkara tersebut sa’at itu dilakukan.
.
Setelah kita mengetahui perbeda’an antara IJTIHAD dengan BID’AH.
.
Maka nampak dengan jelas, bahwa membukukan Al-Qur’an menjadi sebuah mushaf adalah IJTIHAD bukan BID’AH sebagaimana para pembela bid’ah katakan.
.
.
با رك الله فيكم
.
By : Дδµ$ $@ŋţ๏$ą $๏๓ąŋţяί
.
https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/
.
.
_______________

Tinggalkan komentar