MEMAHAMI SUNNAH TAQRIRIYAH

MEMAHAMI SUNNAH TAQRIRIYAH

Sunnah taqririyah yaitu ; Diamnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak mengingkari atau melarang terhadap suatu perkara yang dilakukan oleh sahabat apakah perkata’an atau perbuatan sahabat, baik dilakukan di hadapan Rasulullah atau tidak, namun beritanya sampai kepada beliau.

Perbuatan yang dilakukan para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan didiamkan tidak dilarang atau diingkari oleh Rasulullah, maka perbuatan para Sahabat Rasulullah tersebut menjadi SUNNAH.

Al-Qostholaani rahimahullah berkata :

وَإِنَّمَا صَارَ ذَلِكَ سُنَّةً لِأَنَّهُ فُعِلَ فِي حَيَاتِهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَاسْتَحْسَنَهُ وَأَقَرَّهٌ

“Hanyalah hal itu menjadi SUNNAH karena dikerjakan di masa kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dianggap baik oleh beliau dan ditaqrir / diakui / disetujui oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam”(Irsyaad As-Saari 5/261).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membiarkan, tidak mengingkari tidak melarang, artinya ; Apa yang dikatakan atau di lakukan oleh Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut disetujui oleh Rasulullah. Tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membiarkan kesalahan yang dilakukan umatnya.

Dan Sunnah taqririyah adalah sumber hukum dalam Islam, sebagaimana sunnah fi’liyah dan sunnah qauliyah.

Mungkin disini perlu disebutkan sedikit tentang sunnah.

Sunnah adalah ; ”Maa udhifa ilaan nabiy min qowlun aw fi’lin aw taqriirin”.

Artinya ; “Segala yang disandarkan kepada Nabi baik itu perkata’an atau perbuatan, persetujuan”. (ushul fikih).

Sunah terbagi tiga ;

1- Perkata’an Nabi (sunnah qauliyah)
2- Perbuatan Nabi (sunnah fi’liyah)
3- Diamnya Nabi (sunnah taqririyah)

Diamnya Nabi, artinya Rasulullah menyetujuinya.

Banyak perbuatan atau perkata’an para Sahabat yang didiamkan Rasulullah, yang artinya disetujui oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dan berikut perbuatan-perbuatan para Sahabat yang dibiarkan, artinya disetujui oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ;

1- Bilal selalu bersuci tiap waktu (yakni selalu dalam keada’an berwudhu) siang-malam sebagaimana akan menunaikan shalat “. (HR Bukhori, Muslim dan Ahmad bin Hanbal). Dan Bilal selalu melakukan shalat dua raka’at setelah bersuci. (HR Bukhori, Muslim).

* Rasulullah meridhoi apa yang dilakukan, di prakarsai Bilal dan Bilal diberi kabar gembira sebagai orang-­orang yang lebih dahulu masuk surga.

2- Khubaib yang melakukan shalat dua raka’at sebelum beliau dihukum mati oleh kaum kafir Quraisy. (H.R Bukhari).

* Yang dilakukan Khubaib disetujui oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

3- Seorang sahabat mengucapkan : “Rabbana lakal hamdu” (Wahai Tuhanku, untuk-Mu segala puja-puji), setelah bangkit dari ruku’ dan berkata “Sami’allahu liman hamidah” (Semoga Allah mendengar siapapun yang memuji­Nya). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya : ‘Siapa tadi yang berdo’a ?’. Orang yang bersangkutan menjawab : Aku, ya Rasul- Allah. Rasulullah saw. berkata : ‘Aku melihat lebih dari 30 malaikat berebut ingin mencatat do’a itu lebih dulu’ “. (H.R Bukhari dalam shohihnya II :284, hadits berasal dari Rifa’ah bin Rafi’ az-Zuraqi).

* Sahabat tersebut diberi kabar gembira oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam karena amalannya.

4- Ibnu Umar berkata, “Ketika kami sedang melakukan shalat bersama Nabi, ada seorang lelaki dari yang hadir yang mengucapkan ‘Allahu Akbaru Kabiiran Wal Hamdu Lillahi Katsiiran Wa Subhaanallahi Bukratan Wa Ashiila’. Setelah selesai sholatnya, maka Rasulullah bertanya ; ‘Siapakah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi ? Jawab seseorang dari kaum; Wahai Rasulullah, akulah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi. Sabda beliau ; ’Aku sangat kagum dengan kalimat-kalimat tadi sesungguhnya langit telah dibuka pintu-pintunya karenanya’. . .” (HR. Muslim dan Tirmidzi).

* Rasulullah kagum dengan apa yang dilakukan seorang Sahabatnya.

5- Khabbab shalat dua raka’at sebagai pernyata’an sabar (bela sungkawa) disa’at menghadapi orang muslim yang mati terbunuh. (Shahih Bukhori). (Fathul Bari jilid 8/313).

* Rasulullah membenarkan apa yang dilakukan sahabatnya tersebut.

6- ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan : “Pada suatu sa’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menugaskan seorang dengan beberapa temannya ke suatu daerah untuk menangkal serangan kaum musyrikin. Tiap sholat berjama’ah, selaku imam ia selalu membaca Surat Al-Ikhlas di samping Surah lainnya sesudah Al-Fatihah. Setelah mereka pulang ke Madinah, seorang diantaranya memberitahukan persoalan itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab : ‘Tanyakanlah kepadanya apa yang dimaksud’. Atas pertanyaan temannya itu orang yang bersangkutan menjawab : ‘Karena Surat Al-Ikhlas itu menerangkan sifat ar-Rahman, dan aku suka sekali membacanya’. Ketika jawaban itu disampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Beliau berpesan : ‘Sampaikan kepadanya bahwa Allah menyukainya’ “. (Kitabut-Tauhid Al-Bukhori).

* Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan Allah menyukainya.

7- Beberapa orang menunaikan shalat dimasjid Quba. Orang yang mengimami shalat itu setelah membaca surah Al-Fatihah dan satu surah yang lain selalu menambah lagi dengan surah Al-Ikhlas, dan ini dilakukannya setiap raka’at. Setelah shalat para ma’mum menegurnya, Kenapa anda setelah baca Fatihah dan surah lainnya selalu menambah dengan surah Al-Ikhlas ? Anda kan bisa memilih surah yang lain dan meninggalkan surah Al-Ikhlas atau membaca surah Al-Ikhlas tanpa membaca surah yang lain ! Imam tersebut menjawab : Tidak !, aku tidak mau meninggalkan surah Al-Ikhlas kalau kalian setuju, aku mau mengimami kalian untuk seterusnya tapi kalau kalian tidak suka aku tidak mau mengimami kalian. Karena para ma’mum tidak melihat orang lain yang lebih baik dan utama dari imam tadi mereka tidak mau diimami oleh orang lain. Setiba di Madinah mereka menemui Rasulullah saw. dan menceriterakan hal tersebut pada beliau. Kepada imam tersebut Rasulullah saw. bertanya : ‘Hai, fulan, apa sesungguhnya yang membuatmu tidak mau menuruti permintaan teman-temanmu dan terus menerus membaca surat Al-Ikhlas pada setiap rakaat’ ? Imam tersebut menjawab : ‘Ya Rasulullah, aku sangat mencintai Surah itu’. Beliau saw. berkata : ‘Kecinta’anmu kepada Surah itu akan memasukkan dirimu ke dalam surga’ “..

* Rasulullah mengatakan Orang yang jadi imam tersebut akan dimasukkan ke Surga karena perbuatannya itu.

8- Sa’id Al-Khudriy ra mengatakan, ia mendengar seorang mengulang-ulang baca’an Qul huwallahu ahad…. Keesokan harinya ia ( Sa’id Al-Khudriy) memberitahukan hal itu kepada Rasulullah saw., dalam keada’an orang yang dilaporkan itu masih terus mengulang-ulang bacaannya. Menanggapi laporan Sa’id itu Rasulullah saw berkata : ‘Demi Allah yang nyawaku berada ditanganNya, itu sama dengan membaca sepertiga Qur’an’. (H.R Al-Bukhori).

9- Bapaknya Abu Buraidah menceriterakan, ‘Pada suatu hari aku bersama Rasulullah saw. masuk kedalam masjid Nabawi. Didalamnya terdapat seorang sedang menunaikan sholat sambil berdo’a ; Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau. Engkaulah Al-Ahad, As-Shamad, Lam yalid wa lam yuulad wa lam yakullahu kufuwan ahad’. Mendengar do’a itu Rasulullah saw. bersabda ; ‘Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, dia mohon kepada Allah dengan Asma-Nya Yang Maha Besar, yang bila dimintai akan memberi dan bila orang berdo’a kepada-Nya Dia akan menjawab’.

* Rasulullah menyukai yang dilakukan orang tersebut.

10- Sekelompok sahabat yang sempat singgah pada pemukiman suku arab badui sewaktu mereka dalam perjalanan. Karena sangat lapar mereka minta pada orang-orang suku tersebut agar bersedia untuk menjamu mereka. Tapi permintaan ini ditolak. Pada saat itu kepala suku arab badui itu disengat binatang berbisa sehingga tidak dapat jalan. Karena tidak ada orang dari suku tersebut yang bisa mengobatinya, akhirnya mereka mendekati sahabat Nabi seraya berkata : Siapa diantara kalian yang bisa mengobati kepala suku kami yang disengat binatang berbisa ? Salah seorang sahabat sanggup menyembuhkannya tapi dengan syarat suku badui mau memberikan makanan pada mereka. Hal ini disetujui oleh suku badui tersebut. Maka sahabat Nabi itu segera mendatangi kepala suku lalu membacakannya surah al-Fatihah, seketika itu juga dia sembuh dan langsung bisa berjalan. Maka segeralah diberikan pada para sahabat beberapa ekor kambing sesuai dengan perjanjian. Para sahabat belum berani membagi kambing itu sebelum menghadap Rasulullah saw. Setiba dihadapan Rasulullah saw., mereka menceriterakan apa yang telah mereka lakukan terhadap kepala suku itu. Rasulullah saw. bertanya ; ‘Bagaimana engkau tahu bahwa surah al-Fatihah itu dapat menyembuhkan’? Rasulullah saw. membenarkan mereka dan ikut memakan sebagian dari daging kambing tersebut “. (HR.Bukhori)

* Rasulullah membenarkan apa yang dilakukan para Sahabatnya tersebut.

11- Paman Kharijah bin Shilt yang mengatakan ; “Pada suatu hari ia melihat banyak orang bergerombol dan ditengah-tengah mereka terdapat seorang gila dalam keadaan terikat dengan rantai besi. Kepada paman Kharijah itu mereka berkata : ‘Anda tampaknya datang membawa kebajikan dari orang itu (Rasulullah), tolonglah sembuhkan orang gila ini’. Paman Kharijah kemudian dengan suara lirih membaca surat Al-Fatihah, dan ternyata orang gila itu menjadi sembuh”. (H.R Abu Daud, At-Tirmudzi dan An-Nasa’i, Hadits ini juga diketengahkan oleh Al-Hafidh didalam Al-Fath).

12- Rifa’ah ibn Rafi’ bersin saat shalat, kemudian berkata: “Alhamdulillahi katsiran thayyiban mubarakan ‘alayhi kama yuhibbu rabbuna wa yardha” (Segala puji bagi Allah, sebagaimana yang disenangi dan diridai-Nya). Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda: “Ada lebih dari tiga puluh malaikat berlomba-lomba, siapa di antara mereka yang beruntung ditu­gaskan untuk mengangkat perkataannya itu ke langit.” (At- Tirmidzi).

* Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyukainya dan memberinya kabar baik.

13- Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma menambah do’a talbiyah dengan kalimat :

لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ بِيَدَيْكَ لَبَّيْكَ وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ.

14- Beberapa sahabat yang duduk berzikir kepada Allah. Mereka mengungkapkan puji-pujian sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah karena diberi hidayah masuk Islam, sebagaimana mereka dianugerahi nikmat yang sangat besar berupa kebersama’an dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Melihat tindakan mereka, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Jibril telah memberitahuku bahwa Allah sekarang sedang berbangga-bangga dengan mereka di hadapan para malaikat.” (H.R mam Muslim dan Imam An-Nasa’i).

* Rasulullah menyukainya dan memberi kadar gembira.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Riwayat-riwayat yang dikatakan dan dilakukan para sahabat diatas, sering di jadikan hujjah oleh para pembela bid’ah hasanah untuk membenarkan amalan-amalan baru dalam urusan ibadah yang mereka lakukan.

Para pembela bid’ah hasanah berkata : Apa yang dilakukan oleh para Sahabat tersebut, tidak pernah dilakukan dan tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Perbuatan para Sahabat tersebut merupakan prakarsa atas inisiatif mereka sendiri.

Sekalipun begitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak mempersalahkan dan tidak pula mencelanya, bahkan memuji dan meridhoinya, tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membiarkan kalau yang dilakukan para Sahabatnya itu salah.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

TANGGAPAN :

Riwayat-riwayat yang di sebutkan diatas, yang dilakukan oleh para Sahabat tersebut, adalah ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam MASIH HIDUP.

Untuk memahami perkara ini, kita harus memahami arti bid’ah secara benar.

Berikut ini definisi bid’ah menurut para Ulama. Definisi bid’ah yang dimaksud disini adalah arti bid’ah menurut SYARI’AT, bukan arti bid’ah menurut BAHASA.

Berikut ini penjelasan bid’ah menurut para Ulama ;

1- Imam Al-’Iz bin ‘Abdissalam berkata :

هِيَ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَهْدِ الرَّسُوْلِ

“Bid’ah adalah mengerjakan perkara yang tidak ada di masa Rasulullah”. (Qowa’idul Ahkam 2/172).

2- Imam An-Nawawi berkata :

هِيَ إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ

“Bid’ah adalah mengada-ngadakan sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah”. (Tahdzibul Asma’ wal lugoot 3/22).

3- Al-Fairuz Abadi berkata :

الحَدَثُ فِي الدَّيْنِ بَعْدَ الإِكْمَالِ، وَقِيْلَ : مَا استَحْدَثَ بَعْدَهُ مِنَ الأَهْوَاءِ وَالأَعْمَالِ

“Bid’ah adalah perkara yang baru dalam agama setelah sempurnanya, dan dikatakan juga, apa yang diada-adakan sepeninggal Nabi berupa hawa nafsu dan amalan”. (Basoir dzawi At-Tamyiiz 2/231).

Sampai disini, bisakah para pembela bid’ah hasanah faham ?

Dari keterangan para Ulama tersebut dapat kita fahami, bahwa bid’ah adalah ;

“PERKARA BARU (dalam urusan agama), YANG TIDAK ADA DI MASA RASULULLAH MASIH HIDUP”.

“Bid’ah adalah segala perkara yang terjadi (dalam urusan agama) SETELAH NABI TIADA”.

Adapun perbuatan-perbuatan yang dilakukan para Sahabat tadi, adalah ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam MASIH HIDUP.

Perkara yang dikatakan atau dilakukan oleh para Sahabat ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membiarkannya tidak mengingkarinya, maka itu adalah yang disebut SUNNAH TAQRIRIYAH

Perbuatan-perbuatan yang dilakukan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan disukai oleh Rasulullah, maka Perbuatan-perbuatan para Sahabat Rasulullah tersebut menjadi sunnah.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qostholaani rahimahullah :

وَإِنَّمَا صَارَ ذَلِكَ سُنَّةً لِأَنَّهُ فُعِلَ فِي حَيَاتِهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَاسْتَحْسَنَهُ وَأَقَرَّهٌ

“Hanyalah hal itu menjadi sunnah karena dikerjakan di masa kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dianggap baik oleh beliau dan ditaqrir / diakui / disetujui oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam”(Irsyaad As-Saari 5/261).

Jadi kesimpulannya, Perkata’an atau perbuatan para Sahabat dalam riwayat diatas adalah SUNNAH bukan BID’AH HASANAH sebagaimana yang fahami para pembela bid’ah hasanah.

بَارَكَ اللهُ فِيْكُم

Agus Santosa Somantri

https://agussantosa39.wordpress.com/category/i-bidah/10-memahami-bidah/

=================

2 responses to “MEMAHAMI SUNNAH TAQRIRIYAH

  1. Jika apa yang dilakukan Sahabat Bilal (shalat thaharahnya) adalah bid’ah Hasanah, maka apakah dengan bersandar kepada hadits tersebut bahwa kita diperbolehkan mengada-adakan shalat baru??

    Jika yang dilakukan salah seorang sahabat (membaca doa iftitah yang dirangkainya sendiri) adalah bid’ah Hasanah, maka apakah dengan bersandar kepada hadits tersebut bahwa kita diperbolehkan merangkai doa iftitah sendiri??

    Namun jika itu semua itu adalah sunnah taqririyah dimana Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagai hakimnya, maka di zaman ini siapakah yang patut menjadi hakim untuk membenarkan perkara yang diada-adakan yang dilakukan sebagian umat islam.

    Hujjah telah tegak.
    Lanjutkan dakwah mu akhi.
    Baarakallahufiik

  2. Bagaimana dengan perkara-perkara baru yang dilakukan sahabat setelah Nabi SAW wahat ??
    Contoh :
    a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.
    Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar ibn Khattab “Sebaik-baik bid’ah adalah ini” mengatakan:
    “Pada mulanya, bid’ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar’i, bid’ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid’ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid’ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid’ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid’ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam”.
    b. Pembukuan Al-Qur’an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.
    Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan pendapat yang keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang jelek secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).
    Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat. Jika bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebagai­mana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. Dengan demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.
    c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-­nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra’, yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.
    Semoga ini menambah wawasan kita semua kaum muslimin…

Tinggalkan komentar