PENJELASAN IMAM IBNU KATSIR & IBNU RAJAB TENTANG BID’AH HASANAH YANG DIKATAKAN UMAR BIN KHATAB

PENJELASAN IMAM IBNU KATSIR & IBNU RAJAB TENTANG BID’AH HASANAH YANG DIKATAKAN UMAR BIN KHATAB

Perkata’an Umar bin Khatab yang mengatakan : (الْبِدْعَةُ هَذِهِ), “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, seringkali dijadikan senjata andalan oleh para pembela bid’ah hasanah untuk membela keyakinannya bahwa bid’ah ada yang baik (terpuji).

Untuk memahami perkata’an Umar bin Khatab dengan benar, maka kita harus memahami perkata’an Umar bin Khatab tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh para Ulama mu’tabar yang diakui keilmuannya oleh umat Islam. Bukan menurut pemahaman para pengikut hawa nafsu yang kebiasa’annya mencari-cari dalil untuk membela amalan-amalan bid’ahnya.

Berikut penjelasan Imam Ibnu Katsir seorang ulama ahli tafsir dan Ibnu Rajab, semoga Allah merahmati mereka berdua.

1. Penjelasan Imam Ibnu Katsir Rahimahullah

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata :
”Bid’ah ada dua macam, bid’ah menurut syari’at seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguhnya setiap yang ada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”. Dan bid’ah lughowiyah (bahasa) seperti perkata’an Umar bin Khatab ketika mengumpulkan manusia untuk sholat tarawih : “Inilah sebaik-baiknya bid’ah”.” [Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anil ‘Adziem 1/223. Cet. Maktabah taufiqiyah, Tahqiq Hani Al Haaj].

2. Penjelasan Al-Hafidz Ibnu Rajab Rahimahullah

Ibnu Rajab Rahimahullah berkata : ”Jadi ucapan Umar, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”. Adalah bid’ah secara lughowi (bid’ah secara bahasa)”. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2:128).

Dari penjelasan Imam Ibnu Katsir dan Ibnu Rajab tersebut maka bisa diketahui bahwa perkata’an Umar bin Khatab yang mengatakan ; ”Sebaik-baik bid’ah adalah ini”. Adalah bid’ah secara bahasa. Bukan bid’ah secara syari’at.

Shalat teraweh dipimpin oleh satu imam yang diprakarsai oleh Umar bin Khatab benar bahwa hal itu adalah bid’ah hasanah secara bahasa (lughowi), tapi bukan bid’ah secara syari’at, karena bid’ah secara syari’at semuanya tercela.

Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullaah. Beliau berkata : “Maka bid’ah menurut istilah syari’at adalah tercela, . .”. [Lihat Fathul Bari, 13: 253].

Tidak mungkin Umar bin Khatab seorang Sahabat yang mendapatkan jaminan surga melakukan perbuatan tercela dalam agama yaitu berbuat bid’ah.

yang salah bukan perkata’an Umar bin Khatab, tapi orang-orang yang salah memahami perkata’an Umar bin Khatab.

• Pembagian makna bid’ah

Pengertian / makna bid’ah terbagi menjadi dua :

1. Makna bid’ah secara bahasa (lughowi).
2. Makna bid’ah secara syari’at.

Sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, Imam Ibnu Katsir seorang ahli tafsir paling terkemuka mengatakan bahwa bid’ah ada dua macam. Bid’ah secara syari’at dan bid’ah secara lughowiyah (bahasa).

Imam Ibnu Katsir berkata : ”Bid’ah ada dua macam, bid’ah syari’at seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguhnya setiap yang ada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” Dan bid’ah lughowiyah (bahasa) seperti perkata’an umar bin Khatab ketika mengumpulkan manusia untuk sholat tarawih : ”Inilah sebaik-baiknya bid’ah”. [Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anil ‘Adziem 1/223. Cet. Maktabah taufiqiyah, Tahqiq Hani Al Haaj].

Kesimpulan :

Perkata’an Umar bin Khatab yang mengatakan : (الْبِدْعَةُ هَذِهِ), “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”. Adalah bid’ah secara bahasa. Bukan bid’ah menurut syari’at. Jadi bid’ah hasanah yang dikatakan Umar bin Khatab bukan bid’ah hasanah sebagaimana yang difahami oleh para pembela bid’ah. Dan hujjah para pembela bid’ah dengan perkata’an Umar bin Khatab diatas, adalah hujjah akibat salah faham memahami perkataan Umar bin Khatab.

والله أعلمُ بالـصـواب

Agus Santosa Somantri

https://agussantosa39.wordpress.com/category/i-bidah/10-memahami-bidah/

=========================